Atambua (ANTARA News) - Kronologi insiden bentrokan bersenjata TNI-POLRI di Atambua, seperti disampaikan seorang korban, Serda Heru yang dihubungi di rumah sakit Kupang, Minggu. Dalam penjelasannya kepada ANTARA, ia mengatakan, insiden itu bermula dari perselisihan di antara 10 orang anggota TNI yang baru pulang dari bermalam minggu dengan menggunakan lima sepeda motor yang melintas di depan kantor Polres Belu. Heru mengatakan peristiwanya berlangsung sekitar Pukul 21.00 WITA ketika ke 10 anggota TNI itu mendapat lemparan batu dari arah dalam markas Polres Atambua. Mereka lantas menghentikan laju kendaraannya dan terjadilah perang mulut di antara anggota TNI dan Polri. Pertengkaran itu akhirnya menyulut aksi penembakan yang menyebabkan temannya terluka di bagian betisnya. "Tiba-tiba kami dikeroyok, bahkan ada yang melepaskan tembakan. Saya melarikan diri menggunakan sepeda motor namun kemudian menabrak mobil sehingga kaki saya patah," katanya. Para anggota TNI itu, kata Heru, lantas menyelamatkan diri dan meminta bantuan teman-temannya yang berada di markas Batalyon Infateri (Yonif) 744/SYB (Satya Yudha Bhakti). Beberapa jam kemudian, katanya, datanglah "bantuan" teman-temannya dan kemudian terjadilah bentrokan bersenjata itu. Menurut seorang anggota Satpam PT Telkom cabang Atambua, George, yang kantornya berjarak sekitar 50 meter dari tempat kejadian perkara, tembak-menembak antara anggota TNI dan Polri itu merusak i dinding depan kantornya dengan tujuh lubang tembakan dalam ukuran cukup besar. Sementara itu, suasana kota Atambua lebih lengang dari biasanya dan tidak ada satu pun polisi berseragam berada di kantor pos polisi dan jalan raya. Komandan Korem 161/Wirasakti Kupang, Kol Inf Arief Rachman, tampak sibuk memberikan pengarahan kepada anggota TNI di markas komando batalyon 744. Di markas Polres Belu tidak tampak satu pun polisi berseragam seperti biasanya kecuali hanya beberapa orang petugas piket. Akibat insiden itu, sebagian besar masyarakat mengaku resah karena, menurut mereka, jika kedua pihak tidak segera dapat menyelesaikan persoalan itu, mereka khawatir akan ada aksi pembalasan.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006