Kupang (ANTARA News) - Warga Desa Lite, Kecamatan Adonara Tengah, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, menangkap sepuluh orang asal Bangladesh yang diduga anggota jaringan kelompok "Islamic State of Iraq and Syiria" (ISIS).

"Mereka ditangkap warga karena diduga jaringan ISIS. Mereka kini diperiksa di kantor kepolisian setempat untuk mengetahui dengan persis keberadaan mereka," kata Kepala Bidang Humas Polda NTT Ajun Komisaris Besar Agus Santosa kepada di Kupang, Senin.

Menurut dia, kesepuluh WNA itu dicurigai sebagai jaringan ISIS setelah dua orang di antaranya bertemu dengan anak-anak dan memberikan permen dengan cara dilempar.

"Berdasarkan adat di daerah Adonara, memberi dengan cara seperti itu dinilai tidak benar sehingga mereka ditangkap," ujar Agus.

Ia menjelaskan, setelah diinterogasi di Pos Polisi Kecamatan Adonara Tengah, orang-orang asing tadi ternyata tidak terlibat jaringan ISIS.

Mereka adalah anggota Jamaah Tabliq yang menyebarkan agama Islam di Pulau Flores. Itu sebabnya mereka hidup berpindah-pindah. "Mereka bukan ISIS, tapi Jamaah Tabliq asal Bangladesh," katanya.

Meski begitu, Agus mengapresiasi masyarakat Desa Lite yang sudah tanggap mengantisipasi perkembangan masuknya ISIS di daerah ini. "Sangat baguslah reaksi masyarakat untuk mengantisipasi masuknya ISIS," katanya.

Kementerian Dalam Negeri mengantisipasi penyebaran paham pembentukan Negara Islam Irak dan Syam (ISIS) dengan meningkatkan pengawasan terhadap masuknya warga negara asing (WNA).

"Kami membuat surat edaran untuk daerah supaya meningkatkan koordinasi dengan melibatkan komunitas masyarakat berkaitan dengan pengelolaan orang asing masuk," kata Direktur Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Tanribali Lamo di Jakarta.

Dia mengatakan peningkatan koordinasi tersebut dilakukan pemerintah daerah dengan melibatkan keimigrasian yang mengatur lalu-lintas WNA di Tanah Air.

"Kedatangan orang asing kan berkaitan dengan imigrasi, sedangkan kantor imigrasi tidak ada di kabupaten-kota, adanya di provinsi. Jadi dalam hal ini Pemerintah melalui pemda sifatnya memfasilitasi," jelas Tanribali.

Dia mengatakan Kemendagri sedang menginventarisir data terkait daerah yang terjadi pergerakan penyebaran paham ISIS.

Salah satu modus penyebaran paham ISIS tersebut adalah melalui WNA yang datang sebagai turis ke Indonesia.

"Mereka masuknya dengan cara macam-macam, seperti di Palu yang mengaku sebagai turis," tambahnya.

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri era Gamawan Fauzi mengatakan pihaknya menemukan adanya dugaan aktivitas yang mengacu pada penyebaran paham pembentukan Negara Islam Irak dan Syam (ISIS) di sejumlah daerah di Tanah Air, namun tidak masif.

"Secara masif itu tidak, tetapi ada titik-titik tertentu yang sedang kita cari, itu sedang kita curigai di daerah dan saat ini sedang dilacak aparat. Tidak banyak, ada di beberapa daerah dan itu belum tentu (mengarah) ISIS juga," kata Gamawan di Jakarta.

Untuk mengantisipasi penyebaran paham tersebut, Mendagri telah menerbitkan surat edaran tertanggal 7 Agustus lalu yang berisi imbauan agar seluruh kepala daerah melakukan upaya pencegahan merebaknya paham tersebut di daerah.

Dalam SE Nomor 450/3806/SJ tersebut, para kepala daerah diminta meningkatkan koordinasi dan kerja sama secara optimal dengan seluruh unsur pimpinan daerah, mulai dari tingkat desa, kelurahan, kecamatan, kabupaten-kota hingga provinsi.

"Mencermati berkembangnya penyebaran paham dan ideologi ISIS di berbagai daerah yang dapat berpotensi menimbulkan pengaruh negatif terhadap ideologi Pancasila, kebinekaan dan mengancam keutuhan NKRI, Mendagri melalui Surat Edaran No: 450/3806/SJ tanggal 7 Agustus 2014 telah minta agar para gubernur, bupati, dan wali kota segera melakukan upaya dan langkah-langkah penanganan," demikian isi Surat Edaran tersebut.

Apabila para kepala daerah menemukan ada indikasi atau kegiatan masyarakat yang mengarah pada penyebaran paham tersebut, Mendagri meminta hal itu segera dilaporkan melalui Posko Puskomin Kemendagri yang ada di daerah masing-masing.

Pewarta: Hironimus Bifel
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015