Doha (ANTARA News) - China melewati angka 160 medali emas pada Asian Games XV, Kamis, melewati perolehan 154 medali emas di Busan, Korea Selatan, empat tahun lalu. Hasil tersebut menjadi yang terbaik kedua sepanjang kesertaan negara raksasa Asia Timur itu setelah 183 emas, 107 perak dan 51 perunggu yang mereka rebut saat menjadi tuan rumah pesta olahraga negara Asia itu 16 tahun lalu. Jumlah medali emas terbanyak itu sudah tidak mungkin dilampaui lagi oleh China karena pada hari terakhir AG XV, Jumat, mereka hanya berpeluang untuk menambah satu medali emas lagi dari cabang bolabasket, dimana mereka akan berhadapan dengan tuan rumah Qatar pada partai final, demikian menurut laporan Reuters dan DPA. Hingga Kamis (14/12), negara dengan penduduk terbanyak di dunia itu memimpin perolehan medali AG XV dengan torehan 164 emas, unggul lebih dari 100 medali emas dari peringkat kedua Korea Selatan. Korsel telah mengumpulkan 58 medali emas, diikuti Jepang dengan 50 emas dan Kazakhstan dengan 23 emas. Pada Kamis, Cina menuntaskan dominasi mereka pada cabang loncat indah dan wushu serta cukup kuat pada kompetisi canoe/kayak dan tenis. Di arena loncat indah, dominasi China dipertahankan setelah Lin Yue dan Wang Zin memastikan mereka menyapu bersih medali emas yang tersedia. Lin dan Wang tampil nyaris tanpa cela untuk merebut medali emas nomor papan 10m putra dan putri serta membuat Cina memborong 10 medali emas dari 10 event yang digelar di Pusat Akuatik Hamed, Sport City. Keberhasilan mereka itu adalah untuk yang kesembilankalinya berturut-turut dalam Asian Games. Terakhir kali ada negara selain China yang merebut medali emas pada cabang olahraga air itu terjadi 32 tahun lalu ketika Jepang merebut tiga emas dan Korsel satu emas. Medali emas kedua Zheng Jie, yang baru saja menjuarai tunggal putri, mempersembahkan emas keduanya saat berpasangan dengan Yan Zi pada nomor ganda putri dengan mengalahkan ganda Taiwan Chan Yung Jan/Chuang Chia Jung 6-1 7-6. "Ini adalah partai final jadi kami agak gugup, tetapi kami berhasil mengatasinya. Itu adalah pertandingan yang ketat," ujar Yan. Dalam cabang bolabasket, tim putri China menundukkan Taiwan 90-59 pada final. China telah tujuh kali masuk final bolabasket putri Asian Games dan untuk keempatkalinya menjadi juara setelah 1982, 1986 dan 2002. Sedangkan Taiwan baru sekali merasakan bertanding di partai puncak. Pedayung canoe/kayak China juga merebut tiga dari enam medali emas yang tersedia, dua emas direbut Kazakhstan sementara satu sisanya dicuri Uzbekistan. Tiga negara itu juga total merebut 16 dari 18 medali yang tersedia. Pada nomor C1 500m putra medali emas direbut Yang Wenju, sementara nomor K1 500m putra direbut Liy Haitao. Tim putri K2 500m merebut medali emas yang ketiga untuk China. Untuk cabang wushu, dominasi China tampak jelas saat menggondol delapan dari sembilan medali emas yang tersedia. Satu-satunya emas yang terbang ke negara lain adalah pada nomor 52kg putra, yang dicuri atlet Filipina, Rene Sornito Catalan. Li Teng menjuarai 56kg putra, Ma Chao menang pada 60kg putri, Zhao Guangyong pada 65kg putra dan Xu Yanfei untuk 70kg putra. Medali emas changquan putra -- kombinsi tiga event -- diambil oleh Yuan Xiaochao, sedangkan Ma Lingjuan merebut medali untuk nomor yang sama kelas putri. Tak semua indah Akan tetapi tidak semua kisah Cina berakhir bahagia. Taiwan melakukan kebangkitan yang mengejutkan untuk mengalahkan mereka 10-7 pada semifinal sofbol. "Kesalahan kecil pada pertandingan tingkat tinggi akan sangat merugikan anda. Kami harus bermain lebih keras," kata pelatih sofbol China, Michael Bastian. China juga gagal dalam usaha merebut medali emas pertama mereka untuk cabang hoki setelah dikalahkan juara bertahan Korea Selatan 3-1. Namun kedua tim itu berhak untuk lolos ke Olimpiade Beijing 2008. Pelatih China yang berasal dari Korsel, Kim Sang Ryul, mengatakan perjalanan timnya masih sangat panjang. "Kami memiliki keahlian tetapi kami masih harus belajar bagaimana menghadapi pertandingan. Para pemain harus mempelajari bagaimana mempertahankan performa mereka dari awal hingga akhir pertandingan," jelasnya. Dominasi China itu menunjukkan betapa seriusnya mereka untuk menjadi negara adidaya dalam dunia olahraga. Tekad mereka untuk melampaui Amerika Serikat dalam perolehan medali Olimpiade saat Beijing menjadi tuan rumah pada 2008 nanti, mulai ditunjukkan dengan menjadikan AG 2006 sebagai ajang pemanasan. (*)

Copyright © ANTARA 2006