Kenapa sekarang malah dinaikkan?

Jakarta (ANTARA News) - Ketua Komisi VII DPR RI, Kardaya Warnika, menilai kebijakan pemerintah dalam menetapkan harga bahan bakar minyak (BBM) tidak transparan menyusul keputusan menaikkan harga BBM jenis premium penugasan di luar Jawa-Bali, dan solar subsidi masing-masing Rp500 per liter mulai Sabtu lalu.

"Sebelum reses (Februari) kemarin kami rapat dengan Kementerian ESDM mengenai mekanisme penetapan harga, dalam kesimpulan rapat tersebut pemerintah memutuskan akan menurunkan harga solar menjadi Rp6.400 (per liter). Kenapa sekarang malah dinaikkan?," tuturnya dalam diskusi berjudul "Kenaikan Harga BBM dan Dampak Ekonomi Rakyat", di Jakarta, Sabtu.

Menurut dia, hasil putusan rapat kerja yang ditandatangani oleh Menteri ESDM dan pihak Komisi VII DPR bersifat mengikat dan harus dipatuhi.

"Tapi janji hanya sekedar janji, sampai saat ini buktinya tidak pernah ditinjau atau diturunkan, sekarang malah dinaikkan," ujarnya.

Ia menilai bahwa keputusan pemerintah untuk menaikkan harga BBM di tengah naiknya harga-harga kebutuhan dan pangan seperti saat ini, cenderung tidak pro rakyat.

Mantan Kepala BP Migas itu juga mempertanyakan tentang selisih harga premium yang direkomendasikan oleh PT Pertamina (Persero) yaitu sekitar Rp8.000 per liter dengan harga yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu Rp7.400 per liter untuk wilayah Jawa, Bali, Madura, dan Rp7.300 per liter di luar Jawa-Bali.

"Disampaikan di media bahwa harga keekonomian untuk premium Rp8.000, tapi pemerintah menetapkan Rp7.300. Artinya ada selisih, selisih ini siapa yang tanggung?," katanya.

Jika selisih harga tersebut ditanggung oleh Pertamina, katanya, itu akan menyalahi aturan perundang-undangan karena sesuai dengan UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, setiap perseroan terbatas tidak dibolehkan menanggung atau "menalangi" dana subsidi.

Kardaya juga menyayangkan mengapa dalam penetapan harga BBM pihak pemerintah, dalam hal ini Kementerian ESDM, tidak berdiskusi dengan pihak DPR selaku wakil dari masyarakat Indonesia.



Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2015