Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) bersama Pemerintah Provinsi Papua tengah menjajaki mekanisme carbon credit sebagai kompensasi bagi rakyat di kedua provinsi atas upaya pelestarian hutan. "Saya berharap hutan Aceh bisa menjadi sumber kemakmuran bagi masyarakat Aceh. Tidak adil kalau hutan tidak boleh ditebang, dan cuma dijadikan paru-paru dunia, tapi tidak berpihak kepada rakyat Aceh," kata Mustafa Abubakar, Pejabat Gubernur NAD, di Jakarta, Selasa. Ia menjelaskan, saat ini pihaknya tengah merintis salah satu mekanisme berupa kompensasi carbon credit, yakni upaya menjaga hutan tidak ditebang demi lapisan ozon dunia yang lebih baik yang harus dihargai oleh masyarakat dunia. Bila hutan tidak boleh ditebang atau dimanfaatkan secara ekonomis langsung, menurut dia, maka harus ada alternatif lain pemanfaatan hutan, agar masyarakat Aceh meningkat penghidupannya. "Selain mekanisme carbon credit, bisa juga dengan memanfaatkan hutan sebagai sumber pembangkit tenaga air atau micro hydro power plant," kata Mustafa. Pembangunan pembangkit listrik tenaga mikrohidro di pedesaan kawasan Gunung Leuser adalah salah satu solusi yang terbaik, dan tentunya menjadi rangkaian rencana yang harus diprogramkan dalam jangka panjang. Dikutip dari data Pusat Energi ASEAN (ACE), Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang sangat besar, termasuk tenaga mikrohidro. Dari potensi 460MW tenaga mikrohidro, baru 64MW yang dimanfaatkan, potensi panas bumi yang mencapai 19.658MW baru dieksploitasi 802MW. Menurut peta pemanfaatan lahan di Aceh, maka ada 68,5 persen berupa hutan, berikutnya berupa sawah dan kebun. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006