Markas Besar PBB, New York (ANTARA News) - Melalui perdebatan cukup panjang soal nuklir Iran, Dewan Keamanan PBB, Sabtu, akhirnya menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap Iran karena negara itu menolak mengakhiri pengayaan uranium. Sanksi dijatuhkan kepada Iran melalui Resolusi No 1737 yang disetujui oleh 15 anggota Dewan Keamanan (DK) dalam sidang yang dipimpin Ketua DK untuk bulan Desember, Nassir Abdulaziz Al-Nasser -- Dubes Qatar untuk PBB -- di Markas Besar PBB, New York. Selain oleh lima anggota tetap PBB dengan hak veto (Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Rusia dan China) serta 10 anggota tidak tetap tanpa hak veto (Argentina, Denmark, Jepang, Qatar, Kongo, Ghana, Tanzania, Peru, Yunani dan Slovakia), sidang tersebut juga dihadiri lima negara anggota DK berikutnya, termasuk Indonesia, yang duduk sebagai pengamat; serta Duta Besar Iran untuk PBB, Javad Zarif. Dengan suara bulat yang dicapai saat voting dilakukan terhadap 15 anggota, Dewan Keamanan mengesahkan resolusi yang memerintahkan Iran untuk segera menghentikan pengembangan kegiatan nuklirnya, termasuk penelitian dan pengembangan nuklir serta pembuatan reaktor air. Pemberhentian kegiatan-kegiatan itu, menurut Resolusi, akan diawasi oleh Badan Energi Atom Internasional (IAEA) dan Dewan Keamaman meminta Dirjen IAEA untuk memberi laporan dalam waktu 60 hari apakah Iran telah secara penuh menghentikan kegiatan-kegiatan yang diharamkan oleh Resolusi 1737. Dewan Keamanan menyatakan akan menghentikan sanksi jika Iran benar-benar menghentikan kegiatan-kegiatan pengembangan nuklirnya. Melalui resolusi tersebut, DK-PBB meminta semua negara untuk tidak mengirim Iran bahan-bahan ataupun teknologi yang memungkinkan negara pimpinan Presiden Mahmoud Ahmadinejad itu bisa mengembangkan program nuklir dan senjata. Resolusi 1737 juga akan membekukan aset-aset perusahaan dan perorangan Iran yang memiliki hubungan dengan program pengembangan senjata nuklir Iran. Jika Iran tidak patuh, resolusi tersebut mengancam bahwa DK PBB akan menjatuhkan sanksi non-militer yang lebih keras kepada Iran. Duta Besar Iran untuk PBB Javad Zarif menyatakan kekecewaan yang sangat terhadap jatuhnya sanksi terhadap negaranya. "Ini merupakan hari yang menyedihkan bagi rejim non-proliferasi," katanya, tak lama setelah semua 15 negara anggota DK menyatakan setuju dengan pengesahan Resolusi 1737. Perdebatan soal apakah sanksi terhadap Iran dijatuhkan atau tidak, sudah dimulai sekitar dua bulan lalu. Banyak pihak terutama Inggris, Perancis dan Jerman --yang menjadi sponsor utama resolusi tersebut-- berharap bahwa voting sudah bisa dilakukan oleh Dewan Keamanan pada hari Jumat (22/12). Namun hingga sidang DK berakhir pada Jumat petang di Markas Besar PBB, New York, proses voting belum juga bisa dilaksanakan, terutama karena masih ada keberatan dari Rusia, salah satu anggota tetap DK-PBB yang memiliki hak veto. Rusia sebelumnya masih berkeberatan dengan draf resolusi, yang menurutnya antara lain bahwa resolusi seharusnya tidak melarang penggunaan nuklir untuk tujuan damai. Duta Besar Rusia, Vitaly Churkin mengatakan, negaranya juga ingin memastikan bahwa resolusi tersebut dikeluarkan bukan untuk menghukum Iran, melainkan harus dapat mengarah kepada dimulainya kembali negosiasi dengan Iran. Selama proses negosiasi, draf resolusi tentang sanksi terhadap Iran sebelumnya telah mengalami beberapa perubahan, termasuk dihapusnya sanksi berupa larangan bepergian ke luar negeri bagi pejabat-pejabat Iran yang terlibat dalam pengembangan nuklir. Indonesia sendiri, yang mulai Januari 2007 akan resmi duduk sebagai anggota tidak tetap DK PBB, secara konsisten berpendapat bahwa Iran harus mematuhi resolusi sebelumnya dan tekanan memang diperlukan jika Iran tidak mematuhinya. Namun, seperti yang dikemukakan Wakil Dubes RI untuk Dewan Keamanan PBB, Hasan Kleib, sanksi kepada Iran juga harus diarahkan secara benar, proporsional dan sesuai dengan tingkat ketaatan negara yang dikenai sanksi. Menurutnya, tingkatan sanksi terhadap Iran tidak bisa disamakan dengan terhadap Korea Utara, yang tidak seperti Iran, Korut sudah jelas-jelas melakukan uji coba senjata nuklir, keluar dari Traktat Non-Proliferasi (NPT-traktat yang melarang pengembangan senjata nuklir), mengusir para petugas IAEA yang melakukan pemeriksaan fasilitas nuklir. "Kalau Iran, belum melakukan uji coba, tidak keluar dari NPT, tidak mengusir petugas IAEA, dan yang paling penting, telah menyatakan tidak memiliki senjata nuklir," kata Hasan. Sanksi terhadap Iran juga jangan sampai menutup kemungkinan baru untuk menyelesaikan masalah nuklir Iran melalui dialog, ujarnya. "Jangan lupa, tujuan sanksi bukanlah untuk menghukum, tapi untuk merubah kebijakan. Sanksi harus membuka peluang untuk kembali ke meja perundingan, jangan akibatnya justru semakin jauh dari meja perundingan," katanya. Sanksi yang dijatuhkan DK PBB di New York pada hari Sabtu reaksi terhadap tindakan Iran yang tidak mentaati batas waktu untuk menghentikan pengayaan uranium dan memulai perundingan. Sebelumnya, DK-PBB telah mengesahkan Resolusi 1606 yang memerintahkan Iran menghentikan program nuklirnya dan Dewan Keamanan memberikan batas waktu untuk penghentian hingga 31 Agustus 2006. Indonesia bersama Belgia, Italia, Afrika Selatan dan Panama akan bertugas selama dua tahun sebagai anggota tidak tetap DK-PBB mulai 1 Januari 2007, menggantikan lima anggota yang telah berakhir masa tugasnya, yaitu Jepang, Denmark, Yunani, Tanzania dan Argentina. (*)

Copyright © ANTARA 2006