Medan (ANTARA News) - Kebebasan pers yang sedang melanda dunia jurnalistik nasional sempat menjadi materi diskusi dan perdebatan yang hangat bagi anggota Komisi I DPR RI.

Dalam diskusi di kantor PWI Sumut, di Medan, Sabtu, anggota Komisi I DPR RI Meutya Hafid mengatakan, perdebatan itu muncul karena adanya keprihatinan terhadap kebebasan yang kurang terkendali.

Salah satu materi yang diperdebatkan adalah proses mendirikan perusahaan pers yang dinilai mudah sehingga berpotensi disalahgunakan pihak tertentu.

Ia mencontohkan dengan adanya orang-orang tertentu yang baru keluar penjara karena terlibat tindak pidana tetapi bisa langsung mendirikan perusahaan pers setelah keluar penjara.

Kondisi itu jauh berbeda ketika ingin mendirikan perusahaan non-pers karena harus memenuhi berbagai persyaratan yang cukup sulit dan proses yang relatif berat.

"Kalau mau mendirikan perusahaan, harus ada cek bersih. Namun orang baru enam bulan keluar penjara, bisa langsung mendirikan perusahaan pers," katanya, pada diskusi dalam rangka reses itu.

Menurut Meutya, untuk menjaga kedaulatan dan kehormatan pers, sejumlah anggota Komisi I DPR RI sempat mengusulkan pembuatan aturan yang cukup ketat dalam mendirikan perusahaan pers.

Namun usulan tersebut sulit dilakukan karena dianggap akan melanggar Pasal 28 UUD yang mengatur hak asasi manusia (HAM), termasuk mengenai informasi.

"Kalau mau diperketat, UUD harus diamendemen lagi," ujar politisi Partai Golkar tersebut.

(T.I023/B/J003/J003) 09-05-2015 19:46:15

Pewarta: Irwan Arfa
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015