Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi bukan berarti memperlemah keberadaan lembaga antirasuah tersebut.

"Revisi itu tergantung apanya yang dianggap perlu, dan direvisi tidak berarti memperlemah, itu bisa berarti memperkuat," kata Kalla di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Rabu.

Terkait adanya pasal soal penyadapan yang dinilai sejumlah pihak melemahkan upaya pemberantasan korupsi, Wapres mengatakan hal itu justru untuk memperketat pengaturan upaya pencegahan.

"(Penyadapan) Itu bukan dikurangi, tetapi diperketat aturannya," tambahnya.

Sebelumnya, Pemerintah melalui Menteri Hukum dan HAM mengajukan revisi atas Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi masuk dalam Proyeksi Legislasi Nasional 2015.

"Undang-Undang ini sudah masuk dalam longlist Prolegnas 2015-2019 sebagai inisiatif DPR dan perlu didorong untuk dimajukan sebagai prioritas 2015," kata Menkumham Yasona H. Laoly.

Yasona menjelaskan pelaksanaan UU KPK masih menimbulkan masalah yang menyebabkan terganggunya upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi.

Menurut dia perlu dilakukan peninjauan terhadap beberapa ketentuan dalam upaya membangun negara yang bersih dan penguatan terhadap lembaga terkait dengan penyelesaian kasus korupsi yaitu Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK.

"Peninjauan itu terkait, pertama kewenangan penyadapan agar tidak menimbulkan pelanggaran HAM yaitu hanya ditujukan kepada pihak-pihak yang telah diproses pro-justicia," ujarnya.

Kedua menurut Yasona, peninjauan terkait kewenangan penuntutan yang perlu disinergikan dengan kewenangan Kejaksaan Agung.

Dia menjelaskan peninjauan ketiga terkait perlu dibentuknya dewan pengawas, dan keempat mengenai pengaturan terkait pelaksanaan tugas pimpinan jika berhalangan.

"Peninjauan kelima mengenai penguatan terhadap pengaturan kolektif kolegial," tuturnya.

Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015