Saya ingin mengajak saudara sekalian bersyukur terhadap apa yang kita sedang jalani. Ingatlah, begitu banyak saudara kita di Tanah Air, teman kita, yang memiliki keinganan yang sama untuk berkesempatan mengenyam pendidikan di Turki, tapi tak semua bi
Istanbul (ANTARA News) - Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin, dalam rangkaian kunjungannya ke Turki menyempatkan diri mengunjungi sejumlah satri asal Indonesia yang sedang belajar di Pesantren Sulaimaniyah di Istanbul.
 
Siaran pers Kementerian Agama yang diterima Jumat pagi menyebutkan Menag mengunjungi asrama Pesantren Sulaimaniyah di Kota Istanbul bagian Asia pada Selasa (13/10) dengan melintasi Jembatan Bosporus sepanjang 1,09 kilometer, di atas selat Bosporus yang memisahkan bekas ibu kota Kekhalifahan Turki Usmani itu.

Di asrama pesantren berlantai delapan yang rapi bersih mirip hotel bintang tiga, Menag yang didampingi pejabat Konjen RI di Istanbul, Harlan H. Hakim, Kasubdit Pendidikan Diniyah, Ahmad Zayadi dan Sekretaris Menag, Khorul Huda Basyir, disambut pimpinan Pesantren dan ratusan santri asal Indonesia.
 
Tercatat lebih 200 santri tahfidz asal Indonesia di pesantren tersebut, sebagai penerima Program Beasiswa Tahfidz Al-Quran (PBTQ), hasil kerja sama Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama dan United Islamic Culture Centre of Indonesia (UICCI), pengelola pesantren Sulaimaniyah.  Pesantren ini memiliki ratusan cabang di berbagai negara, termasuk belasan di Indonesia. 

Selain mengucapkan terima kasih pada Pesantren Sulaimaniyah, Menag menyuntikkan motivasi dan semangat pada para santri. Sebagian besar santri lulusan MTs/SMP. Ada juga lulusan SMK, bahkan sarjana UI, dan juga ada santri yang memperkenalkan diri pada Menag, baru berusia 12 tahun, asal Depok Jawa Barat. “Sudah berapa lama di Turki?” tanya Menag saat dialog. “Dua bulan,” jawab santri bernama Hilmy Amirul Mukminin itu. “Betah di sini?,” tanya Menag lagi. “Betah,” jawab Hilmy, singkat, sambil tersipu malu.

“Saya ingin mengajak saudara sekalian bersyukur terhadap apa yang kita sedang jalani. Ingatlah, begitu banyak saudara kita di Tanah Air, teman kita, yang memiliki keinganan yang sama untuk berkesempatan mengenyam pendidikan di Turki, tapi tak semua bisa mendapatkan kesempatan,” kata Menag.
 
“Syukuri nikmat yang luar biasa ini dengan cara menjaga dan memelihara sebaik-baiknya,” Menag menambahkan.  “Caranya, belajar sebaik-baiknya, agar cepat menyelesaikan pendidikan ini dan kembali ke Tanah Air serta mampu menyebarkan ilmu yang kita dapatkan.”

Menag kembali menekankan, “Bersyukurlah berkesampatan bisa belajar di Sulaimaniyah. Turki adalah bangsa besar yang punya peradaban panjang.”
 
Kerja sama Ditjen Pendidikan Islam dan UICCI dimulai sejak 2010, selama 4 tahun,  dan diperpanjang tahun 2014, untuk empat tahun berikutnya. Program ini bertujuan menghasilkan santri hafal Alquran 30 juz, memiliki kemampuan bidang kajian ilmu-ilmu Islam berbasis kitab kuning, serta kemampuan berbahasa Arab dan Turki. 

Seleksi beasiswa dilakukan Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren secara serempak pada 18 provinsi: Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah dan DKI Jakarta.

Pada tahun 2010, dari 250 santri, diseleksi 27 anak. Tahun 2011 (58 santri), tahun 2012  (119 orang), tahun 2013 (303 orang), dan tahun 2014 (325 orang). Totalnya, sampai tahun 2014, sebanyak 832 santri, terdiri atas 626 santri putra dan 206 santri putri. Dari angkatan 2010-2015, sudah 1.296 santri mengikuti program ini. Para santri mengikuti pendidikan dua tahun di beberapa cabang Pesantren Sulaimaniyah di Indonesia, kemudian diseleksi untu k mengikuti pendidikan 3 tahun di Turki. Di Turki, mereka mendalami tahfidz Alquran, pengetahuan keagamaan Islam, serta kemampuan berbahasa Arab dan Turki.

Ada dua kelompok program: usia 18-22 tahun dan usia 13-18 tahun. Santri program tahfidz kelompok usia 13-18 tahun syaratnya telah menyelesaikan hafalan Alquran 1 juz, sekurangnya Juz ‘Amma (Juz 30), serta lancar membaca Alquran sesuai kaidah yang baik dan benar. Mereka mengikuti pendidikan di Indonesia selama dua tahun.   Santri program tahfidz kelompok usia 18-22 tahun syaratnya telah hafal 30 juz. Mereka mengikuti pendidikan di Indonesia lebih pendek, hanya 1 tahun, kemudian ikut seleksi ke Turki, untuk menempuh pendidikan 3 tahun.

Setelah menyelesaikan pendidikan di Turki, santri PBTQ wajib mengabdi sekurang-kurangnya satu tahun. Saat ini, dari lebih seribu santri yang sudah terseleksi mondok di Indonesia itu, terdapat 213 (172 putra dan 41 sputri) santri yang sedang melanjutkan pendidikan program di Pesantren Sulaimaniyah Turki. “Pemerintah Indonesia hanya memberi tiket dan uang saku. Selebihnya, untuk makan, biaya pendidikan, biaya baju dan buku-buku, dan lainnya, ditanggung Pesantren Sulaimaniyah,” kata Ahmad Zayadi, Kasubdit Pendidikan Diniyah.

Selama di Turki, selain pendalaman tahfidz, santri juga mendapatkan pendidikan kajian-kajian ilmu keislaman, seperti Fiqih, Aqidah, Tarikh, Tasawwuf, Sharf dan Nahwu, Hadits, Tafsir, Ilmu Mantiq, Bahasa Arab, Fiqih 4 Madzhab, Ushul Fiqih, Ushul hadits, Ushul Tafsir, Ilmu Faraidh, Syarhi Aqaid, Syarhi Mantiq, Tasawwuf dan juga Bahasa Turki.
 
Alumni PBTQ saat ini tercatat 45 santri. Mereka tersebar mengabdi di beberapa pesantren tahfidz di Indonesia dan di luar negeri yang dikerjasamakan dengan UICCI. Di dalam negeri, mereka tersebar di Klaten, Surabaya, Yogyakarta, Jakarta, Lumajang, Temanggung, Puncak-Bogor, Aceh, Palembang, Ciputat (Tangsel), Sumenep, Kalimantan dan Medan.

Di luar Negeri, mereka berada di Turki, Malaysia dan Suriname. Ada juga beberapa alumni yang kini mengabdi sebagai ustadz di Turki. Mereka ada yang sudah 5 sampai 7 tahun. Alumni pendidikan usia SMA/MA yang berminat melanjutkan studi ke perguruan tinggi, difasilitasi mendapat ijazah persamaan.

Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2015