New York (ANTARA News) - Harga minyak dunia turun tajam pada Senin (Selasa pagi WIB), menyusul kekhawatiran baru tentang kondisi ekonomi Tiongkok setelah data menunjukkan pertumbuhan terlemah dalam lebih dari enam tahun dan produksi industri menurun.

Patokan AS, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman November, anjlok 1,37 dolar AS menjadi berakhir di 45,89 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.

Minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Desember, patokan global, ditutup pada 48,61 dolar AS per barel di perdagangan London, turun 1,85 dolar AS dari penutupan Jumat lalu.

Kontrak berjangka memulai kembali penurunan tajam pada minggu lalu yang memangkas lebih dari empat persen dari harga mereka, di tengah kekhawatiran tentang kelebihan pasokan minyak mentah global.

Tiongkok, ekonomi terbesar kedua dunia, mengatakan produk domestik bruto-nya naik 6,9 persen pada laju tahunan di kuartal ketiga, sedikit di atas prakiraan pasar tapi masih merupakan pertumbuhan terlemah sejak kuartal pertama 2009. PDB meningkat 7,0 persen di masing-masing dua kuartal sebelumnya.

Beijing juga melaporkan bahwa pertumbuhan produksi industri turun menjadi 5,7 persen tahun ke tahun pada September.

Data "meningkatkan kekhawatiran tentang permintaan Tiongkok pada saat permintaan global melemah, karena kita berada dalam shoulder season (periode perjalanan antara musim puncak dan rendah)," kata Phil Flynn dari Price Futures Group, mengacu pada periode antara musim panas dan musim dingin di belahan utara.

"Meskipun penjualan ritel Tiongkok ternyata kuat, data terkait industri tetap lemah. Ini kemungkinan akan menekan penggunaan komoditas di Tiongkok," termasuk minyak, kata Daniel Ang dari Phillip Futures di Singapura dalam komentar pasar, seperti dikutip AFP.

Pasar juga sedang menunggu pertemuan teknis para pakar OPEC dan non-OPEC di Wina pada Rabu, di tengah dorongan beberapa produsen termasuk Venezuela untuk menaikkan harga.

Namun, pada Senin pimpinan Libya National Oil Corporation, Mustafa Sanalla, mengatakan anggota OPEC dapat "dengan mudah" meningkatkan produksi minyak mentah setiap hari menjadi dua juta barel per hari dari hanya 440.000 barel saat ini, jika situasi keamanan negara membaik.

Utusan PBB Bernardino Leon telah mengajukan proposal untuk pembagian kekuasaan pemerintah, namun kedua parlemen Libya yang diakui secara internasional dan majelis yang didukung kelompok muslim telah menolak keras usulan tersebut.

(Uu.A026)

Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2015