Sana'a, Yaman (ANTARA News) - Bendera hitam Al Qaeda berkibar di beberapa gedung penting di Aden, kota kedua Yaman, selama kaum pemberontak menerobos saat tidak ada pihak berwenang yang menjaga negara itu dalam konflik.




Di Tawahi, bendera telah dikibarkan di atas kantor polisi dan berkibar di mobil yang mengangkut pria berjenggot melewati wilayah terbesar kota pelabuhan tersebut, ujar penduduk setempat.




"Anggota bersenjata Al Qaeda mengendalikan seluruh wilayah kami, meski hanya terdapat beberapa lusin anggota mereka," ujar seorang pegawai radio dan televisi Yaman, Raefat.




"Tidak mengherankan mengingat tidak ada negara ataupun pemerintah," ujarnya.




Dengan ibukota Sana’a di bawah kendali pasukan pemberontak Syiah Huthi dalam akhir tahun ini, pemerintah yang dikeluarkan kembali lagi ke Aden sebagai "ibu kota sementara" pada September, hanya untuk terbang kembali pada minggu tersebut.




Perdana Menteri Yaman, Khaled Bahah, dan timnya kembali ke Riyadh setelah serangan mematikan pada 6 Oktober yang dilakukan oleh kelompok pemberontak ISIS terhadap sebuah hotel di Aden yang digunakan sebagai tempat tinggal pemerintah.




Petugas keamanan pemerintah berkata kepada media bahwa para pemberontak aktif di beberapa wilayah seperti Crater, Khor Maksar dan Brigua, di mana keberadaan mereka tumbuh lebih besar tiap harinya,




Seorang pejabat yang tidak ingin disebutkan namanya mengatakan bahwa dirinya khawatir kota akan berada di bawah kekuasaan penuh mereka saat negara tidak ada.




Kepergian Bahah adalah sebuah kemunduran bagi pasukan pemerintah dan koalisi Arab yang diketuai oleh Arab Saudi yang mendukung mereka dan telah merebut Aden dari Huthis dan sekutunya pada Juli.




Tiga bulan kemudian, ratusan pemuda dengan pistol mengendalikan sebagian besar bangunan umum di kota tersebut, menurut para penduduk yang dihubungi dari Sanaa.




Mereka membenarkan kesetiaan pada gerakan "Resistan Populer" yang propemerintahan, sebuah koalisi lemah yang beranggotakan mantan tentara biasa, milisi tribal, Islamis, dan separatis selatan.




Koalisi tersebut telah melawan Huthis yang didukung oleh Iran, namun tanpa memberikan loyalitas pada Presiden Yaman, Abedrabbo Mansour Hadi, yang juga diusir ke Arab Saudi.




Ketakutan akan penembak bertopeng

Kepala kepolisian Aden, jenderal Mohamed Mussaed mengatakan bahwa anggotanya "bekerjasama dengan saudara Resistan populer untuk menyelesaikan masalah keamanan dan mengembalikan pos polisi, sebuah tantangan yang besar".




Tetapi penduduk Aden mengatakan bahwa mereka takut terhadap para orang bertopeng yang membawa pistol di jalanan, terlebih setelah pembunuh dengan sepeda motor menembak setidaknya enam orang, dengan dugaan mereka adalah salah satu Al Qaeda yang ada di Yaman.




"Kami mengandalkan kerjasama antar pemuda dari Resistan Populer untuk mengembalikan keamanan," ujar kepala polisi.




Sementara Badi meminta pasukan tidak resmi tersebut untuk bergabung dengan tentara, Yaman yang sedang dalam keadaan miskin dan berada dalam konflik yang telah menghilangkan nyawa sekitar 4.500 warga sipil sejak Maret tidak memiliki sumber daya finansial yang cukup untuk operasi tersebut.




"Orang bersenjata tersebut mengklaim bahwa mereka adalah bagian dari kelompok resistansi, namun tak satupun dari mereka mengerti tentang kepada siapa mereka berpihak," protes Majed Ahmed, seorang penduduk Dar Saad, wilayah Aden lain dimana bendera Al Qaeda berkibar di pos polisi yang tidak digunakan.




Untuk membiayai operasi mereka, Al Qaeda telah menyita diesel seharga enam juta dolar dari pangkalan lokal dan menjualnya di pasar gelap, menurut petugas resmi kilang minyak Aden.




Di wilayah lain bagian selatan Yaman, Al Qaeda telah menduduki Mukalla, pelabuhan terbesar ketiga Yaman dan ibu kota Provinsi Hadramawt sejak April.




Pada awal Oktober, pasukannya telah menduduki kawasan administratif di Zinjibar, ibukota Abyan, dalah satu dari lima provinsi bagian selatan yang direbut kembali oleh Huthis. 

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015