Pontianak (ANTARA News) - Gubernur Kalimantan Barat Cornelis meminta kepada masyarakat untuk tidak mudah dibayar oleh pihak-pihak tertentu untuk membakar lahan.

"Saya khawatir ada yang memprovokasi atau ada yang mengupah orang supaya membakar hutan dan lahan untuk menjatuhkan pemerintahan, karena akibat pembakaran lahan ini, presiden kita menjadi sorotan banyak pihak akhor-akhir ini," kata Cornelis, di Pontianak, Minggu.

Belakangan ini, kata dia, banyak pihak yang menyalahkan pemerintahan Jokowi telah gagal dalam menanggulangi asap yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Publik juga sudah tahu, pembakaran lahan dan kebakaran hutan selalu terjadi. 

Jokowi tengah meninggalkan Tanah Air untuk kunjungan resmi hingga 28 Oktober ini ke Amerika Serikat padahal api belum padam. 

Presiden Amerika Serikat, Barack Obama, juga pernah membatalkan kunjungan resminya ke Indonesia saat negaranya tengah menghadapi bencana. Obama memilih tinggal di negaranya sampai masalah itu selesai. 

Hasil penginderaan satelit juga menyatakan sejak berbulan lalu bahwa jumlah titik panas di Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan semakin banyak. Akan tetapi, pemadaman belum terjadi secara intensif. 

Upaya memadamkan dari udara juga belum jadi pilihan bagi pemerintah, bahkan sekedar menyewa pesawat terbang pemadam kebakaran selagi titik apinya sedikit sebagaimana pernah dilakukan pada masa pemerintahan Susilo Yudhoyono. 

Kini setelah titik apinya sangat banyak dan menyebar ke mana-mana, upaya pemadaman itu menjadi sangat sulit dan kompleks. Korban jiwa sudah berjatuhan, belum lagi kerugian ekonomi dan bisnis, kekayaan hayati, harga diri bangsa, kehilangan kesempatan pendidikan dan kesehatan, dan banyak lagi. 

Menurut Cornelis, kabut asap yang kembali menyelimuti wilayah Kalimantan Barat berasal dari wilayah Ketapang, Kubu Raya, serta kiriman Kalimantan Tengah.

"Untuk itu saya minta kepada pemerintah daerah setempat agar bisa mengontrol daerahnya masing-masing agar jangan ada pembakaran lahan. Jangan cuma diam saja," katanya.

Pewarta: Rendra Oxtora
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015