Jakarta (ANTARA News) - Juru bicara Gerakan Muda Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (FCTC), Margianta Surahman, menyebut terjadi kekeliruan pemahaman dari Panglima TNI, Jenderal TNI Gatot Nurmantyo, yang menyebut FCTC sebagai ancaman bagi kedaulatan Indonesia karena menjadi bagian perang terselubung alias proxy war.

"Panglima TNI salah kaprah bila menggunakan terminologi proxy war dalam menjelaskan tentang FCTC," kata Surahman, lewat keterangan persnya yang diterima, di Jakarta, Senin.

Menurut dia, terminologi proxy war itu adalah konflik antara dua negara yang tidak dalam perang terbuka, melainkan menggunakan pihak ketiga sebagai pengganti berkelahi satu sama lain secara langsung.

Sebelumnya, Nurmantyo yang menyebut FCTC sebagai ancaman bagi kedaulatan Indonesia karena menjadi bagian perang terselubung. Dia katakan itu saat menjadi pembicara di acara Dialog Nasional Munas Kadin ke VIII, di Hotel Ritz Charlton, Jakarta, Rabu (21/10).

"Dalam kenyataannya, FCTC digagas negara-negara berkembang. Salah satu penggagasnya adalah Indonesia dan diimplementasikan hampir seluruh negara di dunia bukan atas dasar adanya konflik di antara mereka. Melainkan karena ada kesadaran bersama tentang pentingnya pengendalian tembakau untuk menanggulangi dampak konsumsi rokok," kata dia.

Justru, lanjut dia, FCTC adalah komitmen dan kerja sama antarnegara. FCTC sendiri merupakan perjanjian internasional tentang kesehatan masyarakat yang disepakati 192 negara anggota Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), termasuk Indonesia. Kendati demikian, hingga saat ini Indonesia belum mengaksesi FCTC.

Bagi Surahman, FCTC merupakan wujud bela negara dalam rangka meningkatkan perekonomian Indonesia menjadi lebih produktif dan mendorong alternatif pemasukan pendapatan negara dari bidang lain seperti sandang, pangan dan papan dibanding tembakau. 

FCTC juga ikut andil menjaga masa depan rakyat Indonesia (khususnya generasi muda) agar tidak sakit-sakitan karena dampak konsumsi rokok.

Lebih lanjut dikatakannya dengan aksesi Indonesia atas FCTC akan meningkatkan komitmen pemerintah Indonesia untuk melindungi anak-anak dari bahaya rokok. Lewat aksesi itu pemerintah akan membuat sejumlah pengaturan yang secara tegas mengatur perlindungan anak dari paparan asap rokok dan dampak rokok.

Pengaturan itu, masih kata dia, mencakup pembatasan akses rokok sehingga rokok tidak dijual sembarangan dan tidak dijual kepada anak.

Selain itu, FCTC akan mendorong pada pengaturan tarif cukai produk tembakau yang tinggi sehingga harga jual rokok menjadi mahal dan sulit dijangkau anak-anak.

Lewat aksesi FCTC juga, kata dia, terjadi pengetatan pengaturan iklan rokok sehingga anak-anak dan remaja tidak menjadi target pemasaran rokok dan mendapatkan informasi benar tentang bahaya rokok.

Terakhir, FCTC akan mendorong adanya pengaturan kawasan tanpa rokok agar anak-anak menghirup udara yang bersih dan terbebas dari paparan asap rokok.

"Dengan tujuan yang begitu mulia untuk melindungi anak-anak dari dampak rokok, mengapa FCTC dianggap sebagai ancaman bagi kedaulatan Indonesia?," kata dia.

Dia juga mengkritisi sejumlah pihak yang langsung bereaksi dan cenderung menggunakan penyataan panglima TNI itu untuk melemparkan isu bahwa FCTC akan mematikan keberlangsungan hidup petani tembakau.

"Isu tentang nasib petani tembakau terus digaungkan seolah menjadi tameng terakhir untuk menolak FCTC. Sebab, setiap kali ada wacana penolakan FCTC, para pembela industri rokok langsung bereaksi untuk selalu membawa isu nasib petani tembakau," katanya.

Menurut dia, tidak ada satupun dari 38 pasal dalam FCTC yang menggariskan pernyataan untuk mematikan petani tembakau.

"Dari semua pasal yang menyebut frasa petani tembakau tidak ada satu pun menyebutkan bahwa pertanian tembakau harus dihapus. Justru FCTC mendorong negara-negara yang meratifikasinya untuk mengendalikan konsumsi, distribusi dan produksi tembakau untuk melindungi kesehatan masyarakat, khususnya anak-anak," kata dia.

Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015