Presiden Jokowi terlalu tergesa-gesa dalam keputusannya. Implikasinya bisa kemana-mana"
Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Heri Gunawan meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengkaji ulang bergabungnya Indonesia dalam Trans-Pacific Partnership (TPP) karena dapat mengancam kepentingan nasional.

TPP  yang sebelumnya bernama Trans-Pacific Strategic Economic Partnership (TPSE) adalah skema liberalisasi perdagangan barang dan jasa yang komprehensif, terjadwal, dan mengikat. Bahkan, TPP disebut-sebut lebih progresif karena mencakup isu-isu WTO-Plus.

“Presiden Jokowi mestinya sadar bahwa bergabung dalam TPP sama halnya dengan melayani kepentingan korporasi besar dan orang-orang kaya. Dengan bergabung ke TPP, Indonesia akan diikat dengan kewajiban mereduksi tarifnya hingga mencapai 0 persen pada semua pos tarif di semua sektor, termasuk sektor sensitif seperti kesehatan, asuransi, dan jasa keuangan,” kata Heri di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis.

Bergabungnya Indonesia dengan TPP, tambahnya, sangat kontra dengan pernyataan Jokowi waktu kampanye, yakni sudah waktunya untuk membebaskan sektor privat kita, baik domestic maupun asing, dari kebijakan-kebijakan yang kurang dipahami dengan baik, perizinan dan pemberian lisensi yang berlebihan, dan proteksionisme yang salah sasaran yang telah merugikan perusahaan-perusahaan dan industri kita begitu lama.

“Presiden Jokowi terlalu tergesa-gesa dalam keputusannya. Implikasinya bisa kemana-mana,” ungkapnya.

Selain itu, dengan bergabung ke TPP, Indonesia juga wajib menerapkan kebijakan pengurangan biaya transaksi perdagangan, kebijakan kompetisi, government procurement, Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) dan kebijakan investasi.
 
“Seluruh klausul itu berbahaya dan merusak. Kebijakan kompetisi, misalnya, pada dasarnya adalah upaya memberikan status national treatment kepada pengusaha-pengusaha asing yang hendak masuk ke dalam perekonomian nasional. Dengan kata lain, mereka akan diperlakukan sama dengan pengusaha demestik, termasuk dalam proses-proses tender pemerintah. Ini jalan sesat,” kata Heri.

Terlepas TPP merupakan perjanjian perdagangan bebas berstandar sangat tinggi, TPP kini dipandang luas sebagai alat politik dan ekonomi AS. Bahkan, dalam draft rahasia TPP yang pernah bocor ke publik tahun 2013, disebutkan bahwa TPP tidak lain merupakan kontrol korporasi atas berbagai sektor kehidupan manusia.

“Tidak berlebihan kalau banyak pihak menyebut bahwa dukungan Jokowi untuk bergabung dalam TPP adalah kemenangan politik dan ekonomi Obama dan AS. TPP akan menjadi jalan masuk ke akses pasar yang lebih luas seperti Indonesia yang menjanjikan keuntungan yang besar di tengah terpuruknya ekonomi AS dan Eropa,” kata politisi Partai Gerindra itu.

Adapun implikasi dari bergabungnya Indonesia dengan TPP  adalah menurunnya signifikansi ASEAN yang selama ini menjadi motor kerjasama regional di kawasan Asia Tenggara dan Asia Timur.

“Apalagi, TPP juga tidak senafas dengan prinsip “sentralisasi ASEAN” yang selama ini menjadi pijakan politik luar negeri Indonesia untuk menjadikan ASEAN sebagai sebagai basis kelembagaan dari semua bentuk kerjasama regional,” kata anggota DPR RI dari daerah pemilihan Jawa Barat IV itu.

Implikasi lainnya,  terbukanya pintu secara lebar-lebar bagi masuknya gempuran asing di tengah-tengah melemahnya daya saing ekonomi nasional secara umum dan banyaknya kelemahan-kelemahan dalam ekonomi domestik yang harus lebih dahulu dibenahi.

Selain itu, dampak bergabungnya Indonesia dengan TPP adalah mengecilnya kesempatan bagi pengusaha nasional, pengusaha di daerah, pemerintah daerah dan masyarakat secara umum untuk terlibat dalam pembangunan nasional.

“Karenanya, Presiden Jokowi harus diingatkan agar tidak tergesa-gesa dan berhati-hati dalam keputusannya untuk bergabung dalam TPP. Dengan begitu, Presiden Jokowi tidak sesat jalan dan tetap konsisten pada cita-cita Trisakti,” sebutnya.

“Bangsa ini adalah bangsa besar yang sudah seharusnya mengamankan kepentingan nasional. Bangsa besar ini tidak boleh larut dalam agenda kekuatan besar dunia tertentu, yang menggunakan TPP tidak saja untuk tujuan ekonomis, tapi juga untuk tujuan geopolitik dan geostrategik dalam rangka memperkuat kembali pengaruhnya di kawasan Asia Pasifik,” demikian Heri.

Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015