Solo (ANTARA News) - Jenazah putri KGPAA Mangkunegoro VII, GRAy Siti Noeroel Kamaril Ngasarati Koesoemawardhani atau Gusti Nurul, tiba di Pura Mangkunegaran, Solo, Rabu (11/11) pagi, dan selanjutnya dimakamkan di Astana Giri Layu, Karanganyar.

Gusti Nurul, yang semasa muda diperebutkan oleh tokoh bangsa seperti Soekarno, Sultan Hamengkubuwono IX, Sutan Sjahrir dan Kolonel GPH Djatikusumo, meninggal dunia di Bandung pada Selasa (10/11) pagi.

Jenazah sang putri dibawa dari Bandung ke Solo menggunakan pesawat dan sejenak disemayamkan di Pringgitan Ndalem Ageng Pura Mangkunegaran sebelum dihantar ke peristirahatan terakhir di Astana Giri Layu.

Di Pringitan Ndalem Ageng Pura Mangkunegaran, sanak dan saudara hadir untuk memberikan penghormatan terakhir kepada Gusti Nurul, termasuk di antaranya Penjabat Wali Kota Surakarta Budi Suharto.
 
Jenazahnya diberangkatkan ke Astana Giri Layu tepat pukul 11.30 WIB, setelah anak kandung dan kerabat melakukan upacara adat, salah satunya brobosan.

Putra Sulung Gusti Nurul, KPH Ir. Sularso Basarah Soerjosoejarso, mengatakan ibundanya sakit dan menjalani perawatan selama hampir tiga pekan sebelum meninggal dunia.

"Awal mula ibu mengeluh sakit, karena terkena gula darah yang cukup tinggi. Selain itu, selama ini memang Beliau kerap menghabiskan waktunya di tempat tidur," katanya.

Kepergian Gusti Nurul membawa duka mendalam ke masyarakat Kota Solo.

Gusti Nurul dianggap istimewa karena mendapatkan pendidikan yang khusus untuk perempuan pada zamannya, kata Budayawan Universitas Sebelas Maret Prof Teguh Sahid Widodo.

"Gusti Nurul tumbuh dengan pendidikan yang kuat dari keluarga Mangkunegaran kala itu," katanya.

Gusti Nurul, yang sejak kecil sudah diajari menunggang kuda, berkesempatan mempersembahkan tarian tradisional Jawa di hadapan Ratu Wilhelmina di Belanda dan mendapat pujian dari Sang Ratu.

"Tentunya hal ini bukanlah hal yang bisa dianggap sepele. Sebuah kehormatan yang sangat besar perempuan Jawa pada zaman itu yang bisa mempersembahkan tarian pada Ratu Belanda," katanya.

Selain itu Gusti Nurul, yang menentang poligami di masa para raja dan pejabat kerajaan lazim beristri banyak, dianggap sebagai perempuan kuat.

Pewarta: Joko Widodo
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015