Jakarta (ANTARA News) - Peneliti Senior Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menilai sidang etik Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) yang memasuki hari kedua kerap memunculkan pertanyaan yang tidak relevan dengan konteks pelanggaran etika pemimpin DPR.

Akibat dari pertanyaan yang tidak relevan, berulang-ulang, dan tidak fokus maka sidang MKD yang terbuka untuk publik menjadi membosankan.

"Anggota MKD ini masih saja memunculkan pertanyaan-pertanyaan yang tidak relevan dan kontekstual. Mempermasalahkan motivasi saksi merekam pembicaraan, saya kira itu bukan urusan MKD. Apalagi mempermasalahkan keabsahan tindakan merekam," kata Lucius Karus di Jakarta, Kamis.

Lucius justru berpendapat bahwa tindakan saksi dalam skandal ini harus mendapatkan apresiasi atas keberaniannya.

"Apa yang dilakukan saksi sejauh ini dalam konteks penegakan etik DPR mestinya diapresiasi. Berkat kreativitasnya membuat rekaman, kita terhindar dari bencana pencaplokan negara oleh pimpinan DPR yang berkongkalingkong," jelasnya.

Lucius berpendapat MKD secara terus-menerus mempermalahkah legalitas tindakan Maroef Sjamsoeddin yang merekam pembicaraan bersama Setya Novanto dan pengusaha M Riza.

"Jika secara hukum tindakan merekam pembicaraan bisa bermasalah, biarkan saja hukum yang bekerja," menurutnya.

"Akan tetapi MKD tak berhenti mempermasalahkan itu sambil menggeser substansi dugaan pelanggaran etis Novanto yang seharusnya menjadi satu-satunya alasan MKD bersidang," kata Lucius.

Pewarta: Alviansyah P
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015