Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah kalangan menilai implementasi pengampunan pajak atau tax amnesty merupakan waktu yang tepat demi menggenjot penerimaan pajak.

Budi Yanto Lusli, Chief Executive Officer (CEO) Synthesis Development menilai, Rancangan Undang - Undang (RUU) Tax Amnesty atau keberhasilan pengampunan pajak di suatu negara adalah yurisdiksi kewenangan yang bisa Pemerintah dan DPR RI wujudkan dengan dukungan dari berbagai pihak, terutama masyarakat wajib pajak.

"Tax amnesty memang tidak mudah dilakukan karena masih ada pertentangan dari masyarakat, terutama wajib pajak patuh, tetapi saya secara pribadi dan korporasi siap mendukung pemerintah dan DPR RI untuk membuat aturan tentang pengampunan pajak sebab saya yakin hal ini akan membuka peluang bagi Indonesia meningkatkan pemasukan pajak sekaligus pendanaan pembangunan ekonomi," kata Budi di Jakarta pada Senin.

Budi menyatakan siap dilibatkan dalam hal memberikan masukan dan pendapat, terutama dalam hal penetapan sasaran, sepanjang penerapan tax amnesty memilki keadilan.

"Pengampunan pajak tersebut sejalan dengan rencana pemerintah saat ini untuk memperlebar ruang fiskal demi mempercepat pembangunan. Apabila tax amnesty tidak dilakukan segera, saya pesimistis implementasi tax amnesty bisa kembali dilakukan," kata Budi.

Budi menambahkan, selama ini banyak dana milik orang Indonesia yang ditempatkan di luar negeri, khususnya yang memberi perlindungan pajak (tax haven). Apabila dana yang keluar ketika terjadi krisis di sekitar tahun 1997 dan 1998 itu bisa dikembalikan ke Indonesia, maka negara tak akan kesusahan untuk mencari pendanaan demi pembangunan perekonomian.

Menurut Budi, tax amnesty yang digagas saat ini harus meliputi beberapa aspek, diantaranya; menyangkut pemulangan kembali atau "repratiasi" modal sehingga uang warga Indonesia yang ada di luar negeri bisa kembali ke dalam sistem perbankan Indonesia.

Kedua, "hidden economy" di dalam negeri harus diberikan jalan keluar supaya masuk dalam sistem ekonomi formal. Ketiga, piutang pajak harus diselesaikan. Keempat, implementasi tax amnesty harus dilakukan secara mendadak, sehingga tidak ada upaya antisipasi dari wajib pajak.

Kelima, otoritas pajak perlu membangun database bagi wajib pajak yang berpartisipasi dalam program tax amnesty. Keenam, kepatuhan pajak juga dapat meningkat pasca tax amnesty apabila Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak dapat memenuhi beberapa persyaratan terkait penegakkan hukum, misalnya adanya sanksi yang tegas dan sistem untuk mendeteksi penggelapan pajak.

"Tax amnesty harus menjadi stimulus wajib pajak untuk meningkatkan investasinya, agar tax amnesty tidak saja menghapus hak tagih atas Wajib Pajak, tetapi juga dalam jangka panjang bisa meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak, yang ujungnya meningkatkan penerimaan pajak," kata Budi.

Budi menilai kebijakan tax amnesty akan membuat banyak pengusaha Indonesia mengapresiasi kembali nilai-nilai aset yang dimiliki. Menurutnya, selama ini, banyak aset, dalam bentuk tanah dan bangunan atau properti, tidak diapresiasi kenaikan nilainya demi menghindari pajak. Dengan kebijakan tax amnesty, para pengusaha yang memiliki cadangan aset akan memakai sesuai harga pasar. Kebijakan tax amnesty tak perlu diberi jangka waktu lama, karena akan ada berbagai manfaat bila aturan tax amnesty dilaksanakan, antara lain pemerintah bisa meningkatkan tax ratio yang masih rendah, sekaligus meningkatkan kepatuhan para wajib pajak.

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan menargetkan penerimaan dari strategi pengampunan pajak atau tax amnesty sebesar Rp 60 triliun. Kebijakan tax amnesty  rencananya diberlakukan pada 2016.

Pewarta: Ida Nurcahyani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015