Jakarta (ANTARA News) - DPR dan seluruh rakyat Indonesia pasti akan mendukung jika pemerintah berani serta tidak ragu mengambil kembali Indosat dan sejumlah aset strategis milik negara lainnya yang terlanjur jatuh ke tangan asing. Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar, Hajriyanto Y Thohari, mengemukakan pandangannya itu menanggapi keberanian pemimpin junta militer Thailand Surayud Chulanont untuk mengambil kembali perusahaan telekomunikasi Thailand yang sempat dijual ke Singapura semasa pemerintahan PM Thailand yang terguling, Thaksin Shinawatra. "Dalam era globalisasi, pembelian perusahaan oleh asing adalah biasa dan tak terelakkan. Tapi khusus untuk kasus Indosat, memang seharusnya Pemerintah Indonesia mem`buy back` (membeli kembali saham perusahaan itu red.)," katanya di Jakarta, Senin. Pasalnya, kata Hajriyanto, sebagai perusahaan telekomunikasi, posisinya sangat strategis dan berdampak langsung kepada kedaulatan NKRI. "Karena itu , Indosat harus dimiliki kembali secara mutlak oleh negara RI. Komisi I DPR bukan hanya mendukung tapi juga pernah meminta Dirut Telkom (Arwin Rasyid, red) untuk mem`buy back` Indosat dari tangan Singapura," katanya. Pandangan Hajriyanto ini diamini beberapa anggota Komisi I lainnya, seperti Tosari Wijaya (Fraksi PPP), Dedy Djamaluddin Malik (Fraksi PAN) dan Jeffrey Massie (Fraksi PDS). Mereka bahkan mengungkapkan bahwa Dirut PT Telkom Arwin Rasyid ketika itu menyatakan ia siap kalau ditugaskan pemerintah. "Sekarang bola di tangan pemerintah, apakah pemerintah punya `will` (keinginan) untuk mengambil alih Indosat (dan perusahaan strategis milik negara lainnya). DPR sangat mendukung bahkan meminta melakukan hal itu sebagaimana pemerintah Thailand akan melakukannya," kata Hajriyanto. Ia menambahkan, pemerintah tidak perlu ragu untuk melakukan itu karena rakyat pasti mendukung. Kasus penjualan saham perusahaan komputer dan telekomunikasi Shin Corp kepada Temasek Holding Company Singapura semasa pemerintahan PM Thailand yang terguling berkembang menjadi skandal politik dalam hubungan bilateral Thailand-Singapura. Bahkan, pemerintahan baru Thailand membentuk Komite Penyidik Aset Negara (AEC) tak lama setelah PM Thaksin terguling dalam kudeta tak berdarah. Keluarga Thaksin menghasilkan uang 1,9 trilyun dolar AS dalam transaksi penjualan saham perusahaan tanpa membayar pajak yang memicu aksi turun kejalan rakyat yang memprotes pemerintahan Thaksin dan sekaligus mencetus terjadinya kudeta. (*)

Copyright © ANTARA 2007