Revisi itu bukan reaktif, namun kebutuhan jangka panjang."
Jakarta (ANTARA News) - Ketua Komisi I DPR RI, Mahfudz Siddiq, setuju dengan rencana pemerintah untuk merevisi beberapa undang-undang untuk menanggulangi terorisme, namun harus dilakukan secara objektif.

"Kami tidak masalah ini, namun harus objektif. Revisi itu bukan reaktif, namun kebutuhan jangka panjang," katanya di Gedung Nusantara II, Jakarta, Senin.

Dia mengatakan, apabila pemerintah berpandangan perlu penguatan dari sisi regulasi sehingga diperlukan revisi UU, maka harus dikaji secara bersama dan komprehensif.

"Misal, perangkat UU yang terkait apa saja, di mana letak celah yang harus diperbaiki serta diperkuat," katanya.

Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mencontohkan, orang Indonesia pergi ke Suriah lalu bergabung dengan ISIS, maka dirinya menyarankan agar paspor warga negara Indonesia (WNI)-nya dicabut.

Kalau hal itu dilakukan Indonesia, menurut dia, Pemerintah RI masih menganggap acuan UU-nya masih abu-abu sehingga perlu revisi UU Imigrasi.

"Karena itu, revisi jangan dilakukan sektoral, misalnya BIN punya usulan, lalu BNPT punya usulan, sehingga harus secara komprehensif," kata Mahfudz Siddiq menambahkan.

Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Luhut Binsar Panjaitan mengharapkan DPR merespons secara positif rencana revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme agar penegak hukum bisa melakukan pencegahan aksi teror.

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sudah melakukan harmonisasi dan pihaknya berharap DPR merespons positif, kata Luhut di Jakarta, Jumat malam (15/1).

Luhut mengatakan, satu poin penting dalam revisi undang-undang terorisme tersebut adalah penambahan kewenangan kepada aparat untuk dapat menangkap dan menahan terduga terorisme sebagai langkah pencegahan.

Dia mengatakan, aksi teror bom dan penembakan di Jalan MH Thamrin pada Kamis (14/7) sudah diketahui sejak menjelang perayaan Natal 2015 dan Tahun Baru 2016.

"Ini sebenarnya dari mulai Desember kita sudah tahu, tapi karena belum ada alat bukti. Ya, tidak bisa ditindak," ujarnya.

Dia mengungkapkan, BNPT sudah menyiapkan revisi undang-undang terkait dan hampir selesai, dan diharapkan revisinya dapat terwujud pada 2016.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2016