Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan penggeledahan yang dilakukan di beberapa ruangan Komisi V DPR sudah sesuai dengan prosedur.

"Sudah saya tegaskan bahwa semua prosedur penggeledahan sudah sesuai aturan berlaku, tidak ada perbedaan penggledahan di DPR dan sebelumnya," kata Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati di gedung KPK Jakarta, Senin.

Mengenai penggunaan (pasukan) Brigade Mobil, ia mengatakan bahwa KPK memang selalu meminta bantuan dari kepolisian dalam melakukan penggeledahan.

"Itu standar dan tujuannya adalah mengamankan pengeledahan, menjaga ketertiban pelaksaaan dan pihak yang digeledah dan risiko dari luar," katanya.

Pada Jumat (15/1), KPK menggeledah ruang kerja beberapa anggota Komisi V DPR dalam penyidikan dugaan korupsi penerimaan hadiah atau janji oleh anggota DPR terkait proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tahun 2016.

Penggeledahan dilakukan di ruang kerja Damayanti Wisnu Putranti dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Budi Supriyanto dari Fraksi Golkar dan Yudi Widiana dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Yudi Widiana.

Wakil Ketua DPR dari Fraksi PKS Fahri Hamzah memprotes penggeledahan itu, keberatan dengan keberadaan pasukan Brimob bersenjata lengkap di gedung DPR.

Fahri juga mempersoalkan hal-hal seperti surat penggeledahan yang menuliskan "atas nama Damayanti Wisnu Putrianti anggota Komisi V dan kawan-kawan" tanpa nama Budi maupun Yudi yang ruangannya juga digeledah.

Ia juga mempermasalahkan penulisan "14 Jakarta 2016" dan bukan "15 Januari 2016" pada surat itu.

Dia juga mempersoalkan tidak adanya nama penyidik Christian dalam surat tugas itu padahal Christian lah yang sempat berdebat dengan dia saat penggeledahan berlangsung.

"Sekali lagi, ini sesuai dengan ketentuan di Pasal 127 dan Pasal 128 KUHAP," ungkap Yuyuk.

Pasal 127 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana berbunyi, "Untuk keamanan dan ketertiban penggeledahan rumah, penyidik dapat mengadakan penjagaan atau penutupan tempat yang bersangkutan. Dalam hal ini penyidik berhak memerintahkan setiap orang yang dianggap perlu tidak meninggalkan tempat tersebut selama penggeledahan berlangsung".

Sementara Pasal 128 berbunyi, "Dalam hal penyidik melakukan penyitaan, terlebih dahulu ia menunjukkan tanda pengenalnya kepada orang dari mana benda itu disita."

Yuyuk pun mengklarifikasi sejumlah hal yang diprotes oleh Fahri Hamzah.

"Pertama mengenai pencatuman nama 'Damayanti, dkk'. Jadi itu adalah tidak menunjukkan tempat penggeledahannya, tapi menunjukan penggeledahan itu dilakukan untuk perkara atas nama tersangka Damayanti dkk," ungkap Yuyuk.

Selanjutnya mengenai pencantuman "Jakarta" dan bukan "Januari" Yuyuk mengungkapkan hal itu menunjukkan lokasi penggeledahan.

"Itu yang tercantum dalam surat penggeledahan adalah lokasi penggeledahan. Jadi lokasi penggeledahan akan dilakukan di mana," tambah Yuyuk.

Terkait tidak adanya nama penyidik Christian, Yuyuk pun membantahnya.

"Mengenai nama penyidik Christian disebut dalam surat perintah penggeledahan, kalau ada penambahan personel di luar nama penyidik yang menangani perkara, itu disebut dalam surat perintah tugas dan di situ ada nama penyidik Christian," tegas Yuyuk.

Dalam penggeledahan itu, ada sejumlah dokumen dan barang elektronik yang disita oleh penyidik.

KPK menetapkan Damayanti dan dua orang stafnya sebagai tersangka penerima suap masing-masing 33.000 dolar Singapura sehingga totalnya mencapai 99.000 dolar Singapura.

Uang itu berasal dari Direktur PT WTU Abdul Khoir.

Abdul Khoir berkomitmen memberikan total 404.000 dolar Singapura agar PT WTU mendapat proyek-proyek di bidang jasa konstruksi yang dibiayai dana aspirasi DPR di Provinsi Maluku yang dicairkan melalui Kementerian PUPR.

Pada 2016, di wilayah II Maluku yang meliputi Pulau Seram akan ada 19 paket pekerjaan yang terdiri dari 14 jalan dan lima jembatan dan masih dalam proses pelelangan.

Penyidik KPK saat ini sedang melakukan pendalaman aliran sisa uang 305.000 dolar Singapura dari Abdul Khoir.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2016