Donetsk, Ukraina (ANTARA News) - Patung Lenin hampir tidak rusak, Rabu, setelah beberapa pelaku tak dikenal mencoba meledakkan monumen besar pendiri Uni Soviet itu di Donetsk, yang pada praktiknya menjadi ibu kota pemberontak Ukraina.

Para pemimpin pemberontak pro-Rusia langsung mengeluarkan tudingan "sekelompok teroris" sedang berupaya menjatuhkan simbol kekuatan komunis itu, yang menjulang dengan besar di lapangan utama Donetsk, kota industri di timur, selama hampir 50 tahun terakhir.

Sebagian kecil pondasi monumen tersebut rusak karena ledakan namun patung perunggu tokoh itu tidak rusak sama sekali.

"Menurut informasi kami, bahan peledak itu diletakkan oleh sebuah kelompok teroris yang telah melakukan kejahatan yang sejenis di Donetsk," ujar juru bicara kemiliteran pihak pemberontak, Eduard Basurin, kepada AFP.

Tidak ada satu pihak pun yang mengklaim bertanggung jawab dan tidak ada orang yang ditangkap terkait kejadian itu.

Namun, kementerian dalam negeri pemerintahan -yang menyatakan kemerdekaan sendiri- mengatakan pihaknya menganggap insiden itu sebagai aksi terorisme dan telah melaksanakan penyelidikan.

Ledakan itu menyusul serangkaian usaha serupa untuk menghancurkan patung-patung Lenin, yang dibangun di kota-kota bekas Uni Soviet, dari wilayah-wilayah yang dilanda perang separatis di provinsi Lugansk dan Donetsk.

Pasukan pro-Moskow telah melancarkan perang selama 21 bulan melawan pasukan pemerintah yang telah menewaskan lebih dari 9.000 orang.

Kiev telah melarang keberadaan seluruh simbol Soviet maupun Partai Komunis dalam usaha guna menegaskan komitmennya untuk bergabung dengan Uni Eropa dan bahkan untuk bergabung dengan persekutuan militer Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).

Revolusi pro-Uni Eropa di Ukraina pada 2014 lalu ditandai dengan penghancuran monumen Lenin raksasa lainnya di Kiev, dua bulan sebelum presiden Ukraina dukungan Moskow beserta orang-orang kepercayaannya mengungsikan diri ke Rusia.

Kepemimpinan Rusia, yang menyangkal segala keterlibatan dalam revolusi pro-Moskow, menuduh negara tetangga Baratnya melanggar hukum internasional karena melarang keberadaan Partai Komunis.

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016