Indonesia meratifikasi upaya melawan korupsi."
Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif mengatakan, jika penyadapan yang dilakukan lembaga hukum akan diatur, maka harus komprehensif pada semua lembaga, dan tidak hanya KPK.

"Kalau mau diatur, diatur dengan undang-undang yang komprehensif, jangan cuma KPK," katanya dalam Seminar Gerakan Anti-Korupsi di Jakarta, Kamis.

Pada praktiknya, menurut dia, penyadapan juga dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), kejaksaan, Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Badan Narkotika Nasional (BNN).

Bahkan, dikemukakannya,penyadapan yang dilakukan KPK diaudit, sedangkan lembaga hukum yang lain tidak diaudit.

Undang-Undang KPK pernah mengalami peninjauan kembali (judicial review) di Mahkamah Konstitusi (MK), dan menurut Laode, hasilnya menyatakan penyadapan adalah konstitusional sehingga penyadapan perlu dipertahankan.

Selain itu, ia menegaskan bahwa penyidik KPK tidak asal menyadap seseorang sehingga masyarakat tidak perlu khawatir privasinya terganggu karena diterapkan secara intersepsi/penyadapan yang sah (lawful interception).

"Kami menolak dengan alasan cukup, penyadapan sesuai dengan lawful interception. Indonesia meratifikasi upaya melawan korupsi," katanya.

Jika pembahasan revisi UU KPK berlanjut di DPR, menurut dia, maka KPK akan mengomunikasikan permintaan penolakan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) seusai kembali dari kunjungan kerja ke Amerika Serikat (AS).

Terdapat empat poin yang ingin dibahas dalam revisi UU KPK, yakni pembatasan kewenangan penyadapan, pembentukan dewan pengawas, kewenangan KPK dalam menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3), serta kewenangan rekrutmen penyelidik dan penyidik.

Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2016