Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah tokoh agama meminta Presiden Joko Widodo untuk menghentikan pembahasan revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh DPR yang dijadwalkan dilakukan pada Selasa (23/2).

"Kami meminta Presiden Jokowi untuk menghentikan revisi karena membaca rancangan sudah tahu hanya pelemahan," ujar Rohaniwan Katolik Romo Benny Susetyo dalam acara Tokoh Lintas Agama: Misi Kerukunan Agama untuk Melawan Korupsi di Kantor PP Muhammadiyah, Jakarta, Minggu.

Hadir juga pada acara tersebut, Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak, Ketua PB NU KH Imam Aziz, tokoh agama Sikh HS Dillon, Wasekjend Walubi, Philip K Wijaya, Sekretaris Eksekutif KWI Romo YR Edy Purwanto, serta tokoh Hindu Nyoman Udayana Sangging. Selain itu juga Komisioner Komisi Yudisial Farid Wajdi dan Koordinator ICW Adnan Topan Husodo.

Benny berharap adanya desakan dari rakyat membuat Presiden menghentikan revisi serta menepati janji Nawacita yang menyatakan pemerintah berkomiten dalam gerakan antikorupsi.

Menghadapi situasi darurat korupsi, menurut dia, diperlukan keinginan yang kuat dari pemimpin untuk memberantas korupsi dan menolak upaya-upaya pelemahan KPK.

(Baca: Agus Rahardjo akan mundur jika UU KPK direvisi)

Dalam kesempatan tersebut, Ketua PP Muhammadiyah Hajriyanto Y Tohari mengaku curiga terdapat agenda terselubung jika Presiden membiarkan rakyat berpolemik atas wacana revisi UU KPK.

"Saya curiga ada agenda dalam membiarkan rakyat berpolemik tentang revisi ini. Apa rakyat mau dibiarkan saja?" tutur dia.

Untuk itu, ia meminta Presiden Jokowi tidak membiarkan rakyat berpolemik lebih jauh dengan segera mengatakan setuju atau tidak setuju pada revisi UU KPK.

Masuknya revisi UU KPK dalam Prolegnas 2016 merupakan keputusan bersama antara pemerintah dan DPR, ujar dia, sehingga Presiden harus menunjukkan ketegasan meminta menunda, tidak membiarkan DPR membahas dan mengkambinghitamkan DPR.

Sementara itu, rapat paripurna DPR untuk membahas revisi UU KPK yang sedianya dijadwalkan Kamis (18/2), ditunda pada Selasa (23/2) mendatang.

Keputusan tersebut diambil karena hanya terdapat satu pimpinan DPR yang dapat hadir, yakni Ade Komarudin saja, sedangkan empat pimpinan DPR lainnya sedang menjalankan tugas kedinasan.

Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2016