Jakarta (ANTARA News) - Dewan Pers mengatakan bahwa program acara Republik Mimpi News Dotcom yang ditayangkan Metro TV dilindungi oleh Pasal 28 F UUD 1945 tentang hak atas informasi, sehingga rencana somasi oleh Menkominfo Sofyan Djalil dinilai kurang tepat. "Jadi acara itu dilindungi oleh konstitusi," kata Wakil Ketua Dewan Pers, Sabam Leo Batubara, di Jakarta, Jumat. Leo Batubara menjelaskan dalam Pasal 28 F telah disebutkan bahwa hak berkomunikasi dan memperoleh informasi, serta hak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi oleh setiap orang dilindungi oleh konstitusi. Menurut Leo Batubara, jika ada pemberitaan baik itu media cetak dan elektronik yang menyimpang, maka tindakan yang ditempuh melalui tiga tahap, yakni dengan hak jawab, mengadu ke Dewan Pers, dan terakhir baru ke jalur hukum. "Kalau ada acara yang menyimpang dan kelewatan seharusnya dilakukan dengan hak jawab, jika tidak puas dilaporkan ke Dewan Pers, tidak puas lagi baru melalui jalur hukum," katanya. Leo menambahkan sebenarnya acara yang lebih dinilai sebagai "olok-olokan" itu, muncul ketika penyelenggaraan negara kurang efektif dan tidak sesuai dengan dengan janji-janji yang disampaikan pada saat pemilihan umum (pemilu). "Janji Presiden saat pemilu masih banyak yang tidak teralisasi, sehingga ada kesenjangan janji dan realiasinya," katanya. Oleh karena itu, lanjut Leo Batubara, olok-olok tersebut seharusnya dinilai sebagai masukan untuk memperbaiki keadaan. Secara otomatis olok-olok akan semakin berkurang, jika janji semakin banyak yang direalisasikan. Sementara itu, anggota Komisi I DPR, AS Hikam yang menyatakan pemerintah tidak perlu reaktif menanggapi tayangan Republik Mimpi, karena hanya merupakan tontonan yang berlindung di balik kebebasan demokrasi. "Mestinya tidak usah reaktif. Penayangan Republik Mimpi sebagai tayangan selera rendah yang tidak menciptakan pendidikan politik bagi masyarakat," katanya. Namun, Hikam berharap masyarakat atau publik lebih kritis terhadap tayangan yang berlindung pada kebebasan demokrasi. Apalagi penanyangan yang belum memiliki kualitas dan terkesan hanya meremehkan institusi negara. (*)

Copyright © ANTARA 2007