Yogyakarta (ANTARA News) - Tayangan 'Republik Mimpi' di salah satu stasiun televisi swasta tidak bemaksud menghina siapapun, dan tontonan di layar kaca ini semata-mata hanya memarodikan tokoh politik. "Tak ada unsur penghinaan dalam `Republik Mimpi`, karena tontonan ini tak ubahnya sebuah karikatur di media cetak," kata Butet Kartaredjasa, pemeran Presiden Republik Mimpi, ketika dihubungi ANTARA Yogyakarta, Jumat, sehubungan dengan rencana Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Sofyan Djalil mensomasi tayangan tersebut. Sebelumnya, Menkominfo Sofyan Djalil di Jakarta, Kamis, mengatakan pendidikan politik melalui tontonan seperti itu tidak benar, tetapi dirinya tidak bisa melarang. "Saya akan mempelajari, jika memungkinkan, kami akan melayangkan somasi," katanya. Butet mengatakan jika ada pihak-pihak yang merasa dirugikan dengan adanya tayangan `Republik Mimpi`, prosedur hukumnya memang melalui somasi. Namun, ia mengajak semua pihak berpikir dewasa bahwa demokrasi salah satunya mensyaratkan selain dipuji, harus pula siap dikritik. "Maka, dalam konteks tayangan 'Republik Mimpi' ini apabila kemudian ada somasi, itu artinya demokrasi yang selama ini kita dengungkan, masih memprihatinkan," kata dia. ` 'Raja Monolog' ini mengatakan kalau tayangan 'Republik Mimpi' dilarang, hak demokrasi publik tidak bisa terpenuhi, di samping hak untuk memperoleh hiburan dari sajian seni peran tersebut. Karena itu, ia mengajak siapapun untuk menyikapi secara dewasa dengan pikiran jernih bahwa tayangan 'Republik Mimpi' hanyalah hiburan yang mendidik dan mengkritik, tanpa ada maksud untuk menghina apalagi mengolok-olok pribadi-pribadi tertentu. (*)

Copyright © ANTARA 2007