Sidoarjo (ANTARA News) - Pencairan uang ganti rugi secara tunai untuk warga yang menjadi korban luapan lumpur panas dari proyek PT Lapindo Brantas Inc. di Sidoarjo, Jawa Timur (Jatim), seperti yang dijanjikan pihak Lapindo untuk diselesaikan awal Maret 2007 senilai 20 persen, ternyata tertunda lagi. Hal itu terjadi lantaran pihak Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya selaku tim independen hingga Jumat belum memiliki data akurat tentang kepemilikan tanah warga korban luapan lumpur panas tersebut. Untuk mengejar waktu pembayaran uang ganti rugi tersebut, Jumat (3/3), pihak Tim Nasional Penanggulangan Semburan Lumpur di Sidoarjo (Timnas PSLS) Divisi Penanganan Dampak Sosial, mulai melakukan verifikasi ulang data kepemilikan dan luas lahan warga korban lumpur. Kegiatan itu dibahas bersama-sama tim dari Badan Perencanaan dan Pembangunan Kabupaten (Bappekab) Sidoarjo, Badan Pertanahan Nasional (BPN), Dinas Pekerjaan Umum (PU) Cipta Karya Sidoarjo dan pihak PT Lapindo di kantor Bappekab Sidoarjo. Pembahasan itu sendiri dilakukan secara bertahap dan diawali untuk verifikasi data kepemilikan untuk warga Kelurahan Siring dan Jatirejo. Untuk sementara, Timnas PSLS menunjukkan data bahwa jumlah pemilik lahan dan pemukiman yang mendapat ganti rugi diawali pembayaran uang muka 20 persen di Desa Jatirejo, sebanyak 706 Kepala Keluarga (KK), sedangkan di Kelurahan Siring ada 800 KK. Data itu telah mulai dikonfirmasikan tim dengan perwakilan warga masing-masing desa. "Setelah konfirmasi dengan perwakilan dianggap tidak ada masalah, baru kami akan klarifikasikan ke pemilik yang bersangkutan secara bertahap. Kami usahakan rata-rata bisa 75 pemilik," tutur Kepala Bappekab Sidoarjo, Vino Rudi Muntiawan, yang juga Ketua Pengarah Tim Verifikasi. Vino menegaskan, verifikasi data kepemilikan dan luas lahan warga korban lumpur Lapindo terpaksa dilakukan ulang, meski sudah ada data dari ITS. Alasannya, karena data yang dimiliki tim ITS banyak yang tidak cocok dengan data yang dimiliki BPN Sidoarjo. "Pihak BPN sendiri tidak berani mengambil resiko hukum, karena adanya perbedaan data lahan itu. Sehingga diputuskan untuk dilakukan verifikasi ulang," ujarnya. Keputusan untuk verifikasi ulang ini nampaknya sangat disesalkan masyarakat. Bahkan, menereka menilai, keputusan itu dianggap sebagai bentuk upaya mengulur-ulur waktu. Salah seorang tokoh warga korban lumpur yang tinggal di Desa Siring, Joko Suprastowo, menyatakan bahwa saat ini warga merasa bingung, karena tidak mendapatkan kepastian atas pembayaran 20 persen uang ganti rugi yang dijanjikan. Ditambah lagi, dirinya mendapatkan kabar bahwa pihak Lapindo belum menyetorkan dana tersebut kepada Satlak Unit Kerja Penanganan Sosial (UKPS). "Warga saat ini resah. Karena meski sebelumnya sudah diputus ganti rugi mulai dibayar awal Maret, namun kenyataannya juga belum jelas. Apalagi, tiba-tiba ada keputusan untuk verifikasi ulang, padahal jauh sebelumnya lahan warga sudah didata, dan dianggap tidak ada persoalan," ujarnya. Djoko menyatakan, keputusan dengan mem-verifikasi ulang data lahan kepemilikan warga korban lumpur ini membuat tidak jelas lagi. Bahkan, pihaknya memprediksi hingga akhir Maret nanti, pemberian ganti rugi diawali dengan uang muka 20 persen tidak akan bisa direalisasikan. "Ini sepertinya dimulai dari awal lagi," katanya menambahkan. Sementara itu, Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Humas) PT Lapindo Brantas Inc., Yuniwati Teryana, yang juga menjabat Vice President Human Resources and Relations, mengemukakan bahwa semestinya rencana realisasi pembayaran uang muka ganti rugi untuk warga korban lumpur atas lahan kepemilikan sebesar 20 persen itu diberikan pada pekan ke-3 Pebruari 2007. Akan tetapi, ia menyatakan, pencairan uang muka itu masih menunggu dana dari PT Minarak Lapindo Jaya, perusahaan yang ditunjuk oleh induk perusahaan PT Lapindo. Namun, ia mengemukakan, karena kendala belum diterimanya data hasil verifikasi dari Timnas PSLS, maka dana tersebut belum dikirim. "Meski pihak Lapindo sudah menyatakan kesiapannya, namun sampai saat ini PT Minarak Lapindo memang belum menerima data-data hasil verifikasi dari Tim Verifikasi Timnas PSLS. Tapi, bagi warga yang sudah melengkapi dokumen dan sudah diverifikasi oleh Tim Verifikasi dan dapat diterima keabsahannya oleh tim notaris dapat segera menerima realisasi uang muka tersebut," katanya. Yuniwati menambahkan, sementara ini data yang masuk baru sebanyak 11 dokumen yang diterima dari warga korban lumpur. Setelah itu, dokumen tersebut akan dilakukan verifikasi. Lalu, pihak notaris melakukan akta jual beli sesuai norma-norma aturan perundang-undangan yang berlaku. "Sebanyak 80 persen sisanya akan dibayarkan melalui sebuah penjadwalan dan sebelum kontrak rumah masing-masing warga berakhir, dua tahun," katanya menambahkan. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007