Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Perindustrian menegaskan bahwa ekspor sisa produksi logam atau skrap sektor industri komponen tidak mengandung Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).

Hal tersebut disampaikan Dirjen Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Elektronika I Gusti Putu Suryawirawan saat mengunjungi pabrik komponen PT Yamakou Indonesia di Kawasan Industri Lippo Cikarang, Bekasi, Jabar, Kamis.

"Ini menjadi perhatian kami. Skrap yang akan diekspor itu sama dengan produk komponen yang dihasilkan. Hanya itu berupa sisa potongan produksi, jadi mana mungkin mengandung B3," kata Putu.

Terkait hal tersebut, Kemenperin telah menerbitkan Surat Dirjen ILMATE No. 319/ILMATE/12/2015 pada 1 Desember 2015 yang mengklarifikasi bahwa sisa skrap logam yang dihasilkan PT Yamakou Indonesia bukan limbah B3 sehingga dapat diekspor.

Menurut Putu, klarifikasi tersebut perlu dilakukan untuk menjaga kepercayaan investor yang menjalankan usahanya di Indonesia.

Sebelumnya, Penanaman Modal Asing (PMA) asal Jepang tersebut sempat menghentikan ekspor skrap pada September 2015, karena dianggap mengandung B3.

Indikasi B3 disinyalir akibat kontaminasi pelumas khusus yang digunakan dalam proses stamping produk komponen di pabrik tersebut.

"Proses stamping itu memang harus menggunakan pelumas, kalau tidak ya rusak semua mesinnya, produknya," ujar Putu.

Sementara itu, Head of Legal and Export Import PT Yamakou Indonesia Herry Susanto menyampaikan, perusahaan sudah mengantongi sertifikat ISO14000 yang menjamin produksi komponen tidak mencemari lingkungan.

Menurutnya, pelumas yang digunakan perusahaan yang berdiri sejak 2001 itu diimpor dari Jepang dalam kondisi murni dan tidak mengandung B3.

Sampai di pabrik, lanjutnya, pelumas tersebut langsung diaplikasikan dalam proses stamping untuk memproduksi komponen.

"Artinya, produk komponen yang dihasilkan itu sama dengan sisa potongan atau skrap logam yang akan diekspor. Kalau komponennya tidak mengandung B3, bagaimana mungkin sisanya mengandung B3," ujar Herry.

Herry menambahkan, perusahaan yang memproduksi komponen otomotif dan elektronik itu sempat menghentikan ekspor skrap ke Taiwan dan Singapura selama enam bulan, karena indikasi tersebut, hingga pada Maret 2016 ekspor kembali dilakukan.

Menurut Herry, ekspor skrap yang dilakukan dikarenakan belum ada industri di dalam negeri yang mampu mengolahnya sebagai bahan baku.

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016