Beijing (ANTARA News) - Pengadilan China menghukum lebih dari 1.400 orang pada tahun lalu dengan tuduhan mengganggu keamanan negara, termasuk terlibat dalam kegiatan terorisme dan pemberontakan, kata ketua mahkamah agung China pada Minggu.

Jumlah tersebut lebih besar dua kali lipat daripada 2014.

Ratusan orang tewas dalam beberapa tahun belakangan di wilayah kaya sumber daya, provinsi Xinjiang, perbatasan Asia tengah, dalam bentrokan masyarakan Muslim Uighur, yang mengklaim wilayah tersebut sebagai tanah air mereka, dengan suku besar Han.

Pejabat mengatakan bahwa yang bersalah atas benturan tersebut adalah pegaris keras dan pemberontak, meskipun sejumlah kelompok hak asasi dan warga di pengasingan mengatakan bahwa yang memicu bentrok tersebut adalah rasa marah terhadap kendali China atas wilayah dan kebudayaan masyarakat Uighur.

Namun, China menyangkal seluruh tuduhan penekanan di provinsi Xinjiang.

Dalam laporan tahunan, yang diserahkan ke parlemen China, kepala departemen keadilan Zhou Qiang mengatakan bahwa pengadilan China pada 2015 menyatakan bersalah 1.419 orang karena mengganggu keamanan negara, termasuk dalam keikutsertaan mereka dalam sejumlah kegiatan terorisme dan separatisme.

Dia tidak memberikan perbandingan, namun dalam laporan kerjanya yang diserahkan pada tahun lalu dia mengatakan bahwa pengadilan menyatakan bersalah 712 orang atas tuduhan yang sama selama tahun 2014, yang jumlahnya mengalami kenaikan sebesar 13,3 persen dari tahun sebelumnya.

Pada tahun lalu, pengadilan meningkatkan usaha mereka terhadap mereka yang menghasut pemberontakan, memimpin, mengatur dan ikut dalam sejumlah kelompok teroris dan mereka yang menyebarkan sejumlah rekaman video dan suara terkait terorisme, kata Zhou.

Pengadilan yang akan dilakukan pada tahun ini "akan akan memberlakukan undang-undang terhadap keamanan negara serta memerangi terorisme, dan menjatuhkan hukuman yang berat kepada teroris dan kelompok separatis," tambah dia.

Undang-undang keamanan China yang baru, termasuk hukum memerangi terorisme dan rancangan hukum keamanan dunia maya, telah menjadi isu yang kontroversial saat mereka menyusun kekuatan tersebut kepada pemerintah untuk dapat memerangi dugaan ancaman, dari perluasan sensor konten hingga peningkatan kendali atas beberapa teknologi.

Para kritikus memberikan komentar terkait undang-undang untuk memerangi terorisme, mengatakan bahwa itu tidak dapat ditafsirkan sedemikian rupa yang membuat bahkan adanya perbedaan pendapat yang tidak menggunakan kekerasan dapat disebut sebagai terorisme juga.

Sejumlah pemerintah negara Barat telah menyampaikan kekhawatiran mereka terhadap Beijing, meskipun pada minggu lalu pemimpin tertinggi ketiga China membantah kritik yang ada, dan mengatakan bahwa negara mengambil "pendekatan yang sangat China" terhadap keamanan nasional dengan menggunakan sejumlah undang-undang baru. Demikian laporan REuters.

(Uu.Ian/KR-MBR/B002)

Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016