Jakarta (ANTARA News) - Gempa Solok yang dirasakan tidak saja di sebagian besar wilayah Sumatera Barat, tetapi juga di berbagai provinsi lain, seperti Riau dan Batam, serta memakan korban sedikitnya 69 orang, sudah menjadi catatan khusus para geolog untuk selalu diwaspadai. "Perhatian kami semua memang sudah ke sana, karena wilayah itu, khususnya di selatan Mandailing Natal (Madina), Sumut, secara historis, pernah terjadi gempa besar," kata Deputi Kepala LIPI bidang Jasa ilmiah, Dr Jan Sopaheluwakan, MSc, APU ketika dihubungi ANTARA Newsa di Jakarta, Selasa malam. Kerak bumi Sumatera yang diketahui mengalami perulangan gempa sekitar 100-300 tahun di wilayah barat Sumatera, ujarnya, sudah lama sekali tidak bergerak, sehingga perlu diwaspadai jika kemudian terjadi guncangan akibat pelepasan energi. Soal pelatihan kesiap-siagaan bencana, gempa dan tsunami, LIPI dan berbagai instansi pemerintah lainnya sudah menggelarnya di Sumbar dan Bali. Jan yang baru saja melakukan pertemuan dengan para pejabat kabupaten rawan gempa menyayangkan alokasi anggaran untuk kesiapsiagaan bencana di daerah sangat minimal karena bencana hanya dianggap suatu hal yang tak terduga. Sementara itu, pakar geodesi dari Bakorsurtanal Dr Cecep Surbaya, sebelumnya mengatakan, wilayah Indonesia pada umumnya, kecuali Kalimantan, merupakan daerah rawan gempa bumi karena terletak di pertemuan (subduksi) lempeng Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik. Selain itu banyak wilayah Indonesia berada di patahan aktif. Di Sumatera, terdapat patahan Semangko yang membelah Sumatera sepanjang 1.650 km dari utara di Aceh ke Lampung di selatan, dan membelok ke Pulau Jawa sepanjang 300 km. Selain subduksi lempeng, sesar juga menjadi sumber gempa. Berdasarkan informasi dari BMG pusat gempa berada pada koordinat 0,55 derajat LS dan 100,47 derajat BT dengan magnitudo 5,8 scala riechter (SR) pada kedalaman 33 KM berjarak 16 kilometer Barat Daya Batusangkar, Sumatera Utara.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007