Beijing (ANTARA News) - Layanan sewa mobil mirip taksi, "Uber", juga menuai kontroversi diantara pengguna dan perusahaan taksi konvensional di Tiongkok.

"Tentu ini (kehadiran Uber-red) sangat merugikan kami. Jumlah pengguna taksi saya relatif menurun, sejak kehadiran Uber," kata Yong Li, seorang sopir taksi konvensional di Beijing, Senin.

Ia menambahkan, namun ia juga tidak bisa menolak kehadiran mereka. Mau tidak mau ia memang harus meningkatkan layanan kepada pengguna jasa. Karena aturan yang ketat dari perusahaan, kami juga tidak bisa menurunkan tarif, katanya.

Karena itu, lanjut Yong Li, pemerintah hendaknya dapat bersikap tegas terhadap keberadaan Uber. "Jika perlu, pemerintah menutup operasional mereka," katanya.

Layanan sewa mobil Uber yang menyediakan jasa angkutan mirip taksi untuk para pengguna aplikasinya di perangkat mobile, diakui warga Beijing memberikan kemudahan dan kenyamanan dibandingkan taksi konvensional.

Abishek, seorang warga asing di Beijing, mengemukakan dirinya merasa sangat terbantu dengan kehadiran Uber. "Saya mendapatkan kepastian layanan, dan harga yang murah. Kita dapat memantau keberadaan Uber yang terdekat dengan lokasi kita berada, dan pula dapat memantau rute yang digunakan, semuanya melalui telepon selular," ungkapnya.

Sementara itu, Yaqi seorang warga Beijing mengatakan pihaknya tidak terlalu mempermasalahkan keberadaan "Uber" di kotanya. "Saya bukan pengguna "Uber" yang rutin. Saya hanya menggunakan jika terburu-buru. Jadi, bagi saya, "Uber" ada atau tidak, bukan masalah," ujarnya.

Layanan "Uber" mulai beroperasi pada 2014 di Tiongkok, khususnya di kota-kota besar seperti Beijing, Shanghai dan Guangzhou.



Merugi

Selain menuai kontroversi, "Uber" di Tiongkok juga mengalami kerugian sekitar satu miliar dolar AS per tahun. Kerugian tersebut dikarenakan ketatnya persaingan dengan layanan serupa, milik otoritas resmi pemerintah Tiongkok, "Didi Kuadi".

"Didi Kuadi" layanan sewa mobil yang menyediakan jasa angkutan mirip taksi untuk para pengguna aplikasinya di perangkat "mobile" mulai beroperasi pada 2015 dengan 500 armada dan 15.000 pengemudi.

Dengan penguasaan pasar sekitar 80 persen, "Didi Kuadi" berhasil meraih pembukuan senilai tiga miliar dolar AS pada awal operasionalnya, dan kini meningkat sekitar 16,5 miliar dolar AS.

Tiongkok adalah salah satu pasar potensial dunia bagi bisnis transportasi dan sekitar 150 ribu penduduk menggunakan aplikasi layanan sewa mobil melalui "mobile". Kini tercatat sekitar 66.600 perusahaan taksi yang terdaftar secara resmi.

Pewarta: Rini Utami
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2016