Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini kembali memeriksa bos PT Agung Sedayu Group, Sugiyanto Kusuma alias Aguan, dalam penyidikan perkara dugaan pemberian hadiah terkait pembahasan rancangan peraturan daerah terkait reklamasi di Pantai Utara Jakarta.

Aguan sudah tiba di gedung KPK sejak sekitar pukul 09.15 WIB dan tidak berkomentar mengenai pemanggilan keduanya.

"Sugiyanto Kusuma alias Aguan diperiksa untuk tersangka MSN (Mohamad Sanusi) dan melanjutkan pemeriksaan sebelumnya yaitu mendalami tentang proses suatu perusahaan untuk mendapatkan hak reklamasi," kata Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati di Jakarta, Selasa.

Kemarin, pengacara Sanusi, Irsan, mengatakan bahwa Aguan pernah mengundang sejumlah pejabat teras DPRD DKI Jakarta ke rumahnya.

Menurut dia, ketika itu Sanusi diajak oleh saudaranya, Mohamad Taufik, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta.

"Di sana dia hanya menjelaskan pada umumnya pembahasan raperda perlu waktu 1,5 bulan selesai hanya itu saja setelah itu dia balik," kata Irsan.

Pertemuan yang terjadi pada awal Januari 2016 itu juga dihadiri oleh Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja.

"Kebetulan sampai di sana ada Ariesman juga, bertemu di sana tanpa direncanakan," ungkap Irsan.

Aguan adalah pemimpin PT Agung Sedayu yang merupakan induk dari PT Kapuk Naga Indah, satu dari dua pengembang yang sudah mendapat izin pelaksanaan reklamasi Teluk Jakarta. Perusahaan lainnya adalah PT Muara Wisesa Samudera, anak perusahaan Agung Podomoro.

PT Kapuk Naga Indah mendapat jatah reklamasi lima pulau (pulau A, B. C, D, E) dengan luas 1.329 hektare sementara PT Muara Wisesa Samudera mendapat jatah rekalamasi pulau G dengan luas 161 hektare.

Izin pelaksanaan untuk PT Kapuk Naga Indah diterbitkan tahun 2012, pada era Gubernur Fauzi Bowo, sedangkan izin pelaksanaan untuk PT Muara Wisesa Samudera diterbitkan oleh Gubernur Basuki Tjahaja Purnama pada Desember 2014.

Pada Senin (18/4), berdasarkan pertemuan antara Menteri Koordinator Bidang Maritim Rizal Ramli, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dan jajaran dari Kementerian Kelautan dan Perikanan proyek reklamasi di Teluk Jakarta sementara dihentikan sampai semua persyaratan sesuai undang-undang dan peraturan dipenuhi oleh pengembang.

Dasar hukum awal pelaksanaan reklamasi adalah Keputusan Presiden No.52 tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta yang ditandatangani Presiden Soeharto.

Pasal 4 dalam peraturan itu mengatur wewenang dan tanggung jawab rekalamsi pantura (Teluk Jakarta) berada pada Gubernur DKI Jakarta.

Namun menurut Undang-Undang (UU) No.27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil izin reklamasi berada di Kementerian Kelautan dan Perikanan yang dipertegas dengan Undang-Undang No.1/2014 tentang Perubahan UU No.27/2007.

Dalam perkara ini, KPK menetapkan Arieswan Widjaja dan Personal Assistant PT Agung Podomoro Land Trinanda Prihantoro sebagai tersangka pemberi suap Rp2 miliar kepada Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi terkait pembahasan Raperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinnsi DKI Jakarta Tahun 2015-2035 dan Raperda Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2016