Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diharapkan melakukan perombakan (reshuffle) Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) kepada menteri yang kinerjanya dinilai tak maksimal yang diambilkan dari kalangan profesional, kata Sekjen Partai Pemuda Indonesia (PPI) M Rivai Darus. "Masalah reshuffle kabinet adalah hak prerogatif Presiden, sehingga jika ingin mengganti menteri tidak perlu harus dari kalangan parpol, tapi mencari figur dari tokoh profesional yang mampu bekerja menyelesaikan program dan kebijakan," katanya menjawab pers di Jakarta, Senin. Kendati demikian, presiden dan wapres yang dipilih rakyat dalam satu paket pada pilpres 2004, maka Presiden SBY dalam merombak kabinet harus membicarakan dengan Wapres Jusuf Kalla. Rivai Darus berharap, agar pimpinan parpol tidak mendesak kepada Presiden SBY melakukan reshuffle, sebab jika perombakan kabinet didasarkan tekanan politik dari parpol, maka akan diisi menteri yang kentak nilai politisnya dan bukan didasarkan pada kapabilitas. "Sudah saatnya pimpinan parpol yang telah mendapat jatah menteri pada KIB selama 2,5 tahun itu secara besar hati menerima penggantiaan kadernya kepada figur lain yang lebih profesional," katanya. Rivai Darus mengingatkan, figur menteri hasil reshuffle nantinya mampu bekerja dengan tegas dan pasti, artinya mampu menyelesaikan program kerjanya yang tinggal 2,5 tahun dari pusat hingga ke daerah. Pada kesempatan itu, Rivai menegaskan, PPI yang didirikan oleh para aktivis ormas pemuda di Jakarta, 10 Maret 2007 tidak ada hubungannya dengan ormas pemeuda Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) maupun ormas pemuda yang lain. PPI yang akan dideklarasikan pada Mei 2007 itu kini memiliki pengurus di 24 provinsi dan lebih dari 50 kabupaten/kota yang bertujuan ikut memperjuangkan aspirasi masyarakat Indonesia termasuk pada pemuda pada Pemilu 2009. Pada kesempatan terpisah, Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar menilai sebanyak 50 persen anggota KIB harus dirombak (reshuffle) karena mempunyai banyak kelemahan. Kelemahannya antara lain, tidak memiliki kepekaan terhadap berbagai krisis yang terjadi dan kemampuan yang lemah dalam hal tanggap, proaktif serta berkoordinasi secara cepat dalam menghadapi persoalan.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007