Kediri (ANTARA News) - Presiden RI periode 1999-2001, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), mengimbau kepada umat beragama di Indonesia harus bisa meneladani pecahnya Perang Salib III di Eropa sekira abad ke-13 Masehi. "Meskipun pada saat itu terjadi perang, namun tetap ada sikap toleransi antara pasukan Islam dan Kristen," katanya dalam sambutan pembukaan Musyawarah Cabang Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Kabupaten Kediri di kantor Dewan Perwakilan Cabang (DPC) PKB Kabupaten Kediri, Jawa Timur (Jatim), Selasa. Gus Dur menceritakan, pada saat Perang Salib berkecamuk, pahlawan Islam, Salahuddin al-Ayoubi, memberikan pertolongan pengobatan kepada panglima perang Nasrani, Richard "The Lion Heart". Dalam kemiliteran, Salahuddin dikagumi pasukan musuh. Ketika Richard cedera, Salahuddin menawarkan pengobatan, karena saat itu ilmu kedokteran kaum Muslim sudah maju dan dipercaya. Pada tahun 1192 Salahuddin dan Richard sepakat dalam perjanjian Ramla, yang diantaranya berisi Jerusalem tetap dikuasai Muslim, namun tetap terbuka kepada para peziarah Kristen. Setahun berikutnya, Salahuddin meninggal dunia di Damaskus, setelah Richard kembali ke Inggris. Bahkan, ketika rakyat membuka peti hartanya, ternyata hartanya tak cukup untuk biaya pemakamannya. Hal itu lantaran hartanya banyak dibagikan kepada mereka yang membutuhkan. Menurut Gus Dur, selain dikagumi muslim, Salahuddin atau Saladin mendapat reputasi besar di kaum Kristen Eropa, kisah perang dan kepemimpinannya banyak ditulis dalam karya puisi dan sastra Eropa, salah satunya adalah The Talisman (1825) karya Walter Scott. "Sebenarnya pada saat itu umat Islam sudah memiliki rasa toleransi yang tinggi, tapi mengapa tanda-tanda ini sekarang sudah tidak ada lagi?," ujarnya. Ia mengecam sikap fanatisme dan radikalisme berlebihan yang ditunjukkan kelompok-kelompok Muslim di Indonesia dewasa ini. "Apa yang ditakutkan kelompok-kelompok ini semakin tidak jelas. Demikian pula apa yang mereka sebut sebagai musuh Islam juga tidak pernah jelas," katanya. Oleh sebab itu, Gus Dur kembali mengaskan bahwa dirinya tidak akan setuju dengan peraturan daerah yang mengandung unsur syariat Islam, karena melanggar UUD 1945 dan justru akan menyusahkan rakyat Indonesia sendiri. Sementara itu, kehadiran Gus Dur di arena Muscab PKB Kabupaten Kediri sempat mengubah susunan acara, karena Ketua Dewan Syura DPP PKB itu tiba jauh lebih awal ketimbang waktu yang dijadwalkan sekira pukul 13.00 WIB. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007