Jakarta (ANTARA News) - Menteri Perhubungan Hatta Rajasa menegaskan radar usang pada sejumlah bandara komersial di Indonesia harus segera diganti tahun ini, demi memaksimalkan upaya peningkatan keselamatan penerbangan. "Saya sudah instruksikan radar-radar yang sudah berumur tua harus dituntaskan dan diganti tahun ini," katanya, Selasa, menjawab pers usai melantik Dirjen Perhubungan Udara, Dephub, Budhi M. Suyitno di Jakarta. Budhi menggantikan posisi M. Iksan Tatang, sedangkan posisi Budhi yang sebelumnya Inspektorat Jenderal (Irjen) Dephub, selanjutnya, ditempati M.`Iksan Tatang. Selain itu, Menhub juga melantik dan mengukuhkan kembali staf ahli lingkungan Dephub antara lain, Bidang Ekonomi dan Kemitraan Perhubungan, Cucuk Suryo Suprojo dan Bidang Kesisteman Perhubungan, Nyaru M. Teweng. Selain itu, juga staf ahli Bidang Regulasi dan Keselamatan Perhubungan Zulkarnain Oeyoeb dan Bidang Teknologi dan Energi Perhubungan Effendy Batubara. Menurut Hatta, peran radar sangat strategis dalam mendukung keselamatan penerbangan dan termasuk yang direkomendasikan Tim Nasional Evaluasi Keselamatan dan Keamanan Transportasi (Timnas EKKT). "Saya sudah laporkan hal ini kepada Presiden," katanya. Hatta menambahkan sejumlah radar tua yang harus diganti antara lain di empat bandara yang dikelola PT Angkasa Pura I, yakni Bandara Juanda (Surabaya), Bandara Hasanuddin (Makassar), Bandara Sepinggan (Balikpapan) dan Bandara Syamsuddin Noor (Banjarmasin). Radar di empat bandara itu diketahui berumur 10-15 tahun. Pada kesempatan terpisah, Direktur Utama PT Angkasa Pura I, Bambang Darwoto mengakui umur ekonomis sudah habis, tetapi kinerjanya masih cukup baik. Pernyataan ini berbeda dengan yang disampaikan Komisaris PT AP I, H. Harijogi sebelumnya bahwa radar yang tua dan umur ekonomis habis kinerjanya sudah menurun. Menurut Darwoto, tender pengadaan radar di empat bandara sudah dilakukan sejak tiga tahun lalu dan dua kali proses tender. "Siapa pun pemenangnya, secara teknis dan harga harus dipertanggungjawabkan," kata Darwoto. Secara teknis dimaksudkan, teknologinya harus terbuka dan bisa diintegrasikan dengan sistem yang ada dan harganya wajar. "Kami tidak fanatik dan mengacu pada produk dan dari negara tertentu karena hal itu dilarang UU Anti Monopoli," kata Bambang. Bambang juga mengakui, selama ini produk radar dari Perancis cukup mendominasi di Indonesia. Sementara itu, sumber di lingkungan Dephub menyebutkan produk radar dari Cheko juga sangat berminat terhadap pengadaan radar ini. "Mereka sudah melibatkan tim independen untuk melihat radar buatan Cheko di berbagai negara. Tim itu terdiri dari UI, ITB, staf AP I dan Dirjen Perhubungan Udara dan rekomendasinya pada radar Cheko yg harganya jauh lebih murah dibanding Perancis. Namun, Bambang menegaskan pihaknya tidak bisa melakukan intervensi, karena hal itu merupakan kewenangan panitia lelang. Orang nomor satu di PT AP I dengan 13 bandara yang dikelola di wilayah Indonesia Timur ini pun enggan merinci nilai anggaran untuk pengadaan radar pada empat bandara itu. "Yang jelas, kami pun ingin soal radar harus tuntas tahun ini," katanya. Libatkan KPK Pada bagian lain, Darwoto menegaskan wujud keseriusan manajemen untuk menuntaskan pengadaan radar ini AP I tidak main-main dalam prosesnya. "Ini serius karena menyangkut anggaran ratusan miliar dan untuk ini sejak awal kami sudah melibatkan tim konsultan independen dari Inggris," katanya. Kemudian, tambahnya, panitia tender dalam proses juga didampingi BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan). Selain itu, tegasnya, jika dalam prosesnya didapat indikasi tindak korupsi, PT AP I sudah bersiap melaporkan masalah ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Darwoto juga tidak akan mempedulikan bila dalam proses tersebut ada "tekanan" politik dari partai politik tertentu yang bertindak atas nama atau menjadi "broker" atas pengadaan radar tersebut. "Saya siap batalkan, jika ternyata secara teknis dan harga tidak masuk," tambahnya. (*)

Copyright © ANTARA 2007