Rejanglebong, Bengkulu (ANTARA Nes) - Ketua Dewan Pembina Komnas Perlindungan Anak, Seto Mulyadi, atau Kak Seto, saat berkunjung ke Kabupaten Rejanglebong, Bengkulu, Sabtu, meminta daerah itu segera membentuk Satgas Perlindungan Anak.

"Kedatangan saya ke Rejanglebong ini selain akan berkunjung ke rumah orangtua Yuyun, juga meminta pemerintah Kabupaten Rejanglebong segera membentuk Satgas Perlindungan Anak sehingga dapat menangani kasus kejahatan kejadian seksual yang berkemungkinan terjadi di daerah ini," kata Kak Seto, saat melakukan pertemuan dengan Bupati Rejanglebong, Ahmad Hijazi, dan Wakil Bupati, Iqbal Bastari.

Kasus kematian secara tragis atas remaja Yuyun, dikatakan Bastari, menandakan ada yang salah dengan banyak hal. 

Menurut Seto, pendirian Satgas Perlindungan Anak ini sangat penting. Salah satu sebabnya karena masih sedikit polisi yang ditugaskan di bagian perlindungan perempuan dan anak. 

Di seluruh Indonesia, kata dia, terjadi sekitar 3.000 kasus kekerasan perempuan dan anak setiap tahun. 

Antisipasi kemungkinan kejadian kekerasan yang akan dialami anak tambah dia, bisa dilakukan dengan pola pemberdayaan masyarakat masing-masing desa/kelurahan atau kecamatan hingga kabupaten dengan membentuk Satgas Perlindungan Anak.

Sementara kunjungannya ke Rejanglebong ini, kata Kak Seto, selain memberikan dukungan moril kepada keluarga korban juga menemui saudara kembaran laki-laki almarhumah Yuyun, yang bernama Yayan, guna mendengarkan dampak dari kejadian yang menimpa saudara kembarnya itu.

"Saya juga pengurus Yayasan Nakula-Sadewa yang khusus menangani anak kembar. Dalam kasus ini biasanya hubungan emosional antara keduanya sangat kuat, sehingga kami ingin mengetahui keluhan-keluhannya," ujarnya.

Kedatangan Kak Seto bersama dengan pengurus KPAI Bengkulu dan lembaga lainnya di Rejanglebong ini sebelumnya akan menemui tujuh dari 12 pelaku yang sudah ditangkap polisi dengan status anak di bawah umur, namun karena hari libur sehingga tidak bisa dilakukan.

Pewarta: Nur Muhammad
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016