Sidoarjo (ANTARA News) - Aksi cap jempol darah, akhirnya dilakukan warga Perum Tanggulangin Anggun Sejahtera (TAS) I yang menjadi korban luapan lumpur Lapindo Brantas Inc, sebagai simbol komitmen perjuangan menuntut ganti rugi "cash and carry" (tunai) kepada pemerintah dan Lapindo. Aksi tersebut dimulai sekitar pukul 16.15 WIB di lokasi pengungsian Pasar Baru Porong (PBP), Sidoarjo, Jatim, Rabu. Aksi ini tergolong nekad, karena para warga yang membubuhkan cap jempol darah di atas blanko kertas itu menusuk tangannya sendiri dengan jarum yang biasa digunakan untuk menjahit, tidak ada petugas khusus yang bertugas melakukan cap jempol darah ini. Bukan hanya pria yang ikut aksi cap jempol darah ini, sebab ibu-ibu juga ada yang turut membubuhkan darahnya di atas kertas dukungan yang bertuliskan, "Dengan ini menyatakan ikut berjuang dan siap menghadapi segala resiko maupun tantangan." "Ini bukti bahwa kami akan berjuang hingga titik darah penghabisan," kata koordinator warga, Sumitro. Menurut rencana, tanda tangan yang dibubuhi cap jempol darah itu akan diserahkan ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. "Kami tetap menuntut `cash and carry`, apapaun resikonya," katanya menegaskan. Aksi cap jempol darah sebenarnya muncul sejak Selasa (20/3). Aksi ini sebagai simbol perjuangan warga Perum TAS I dan warga desa lainnya yang rumah dan pemukimannya diterjang luberan lumpur panas yang menuntut "cash and carry". Sementara itu, aksi jempol darah yang dilakukan warga Perum TAS I korban lumpur dari segi kesehatan sangat berisiko dan bisa berakibat fatal mulai dari yang ringan seperti infeksi hingga penyakit AIDS yang mematikan. "Dengan catatan itu dilakukan hanya dengan satu jarum dipakai ramai-ramai. Kalau satu orang satu jarum, nggak masalah," kata ahli bedah RSU dr Soetomo dr Urip Murtejo. Urip menyatakan bahwa jika warga tetap nekad satu jarum dipakai ramai-ramai, maka yang terjadi adalah infeksi massal. Dengan adanya infeksi itu, kuman dan virus dengan mudahnya masuk ke tubuh yang secara perlahan-lahan akan melemahkan tubuh manusia, karena sistem kekebalan tubuhnya tidak kuat. "Aksi itu khan untuk menunjukkan kejantanan. Saya nggak mau ngomong politik, tapi kalau itu tetap dilakukan silahkan saja. Dengan catatan pakai jarum yang disposable (sekali pakai)," tambahnya menyarankan.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007