Amman (ANTARA News) - Pemimpin Yordania dan Arab Saudi mendesak pembentukan kabinet koalisi di Palestina yang menjadi "langkah penting"segera bekerjasama dengan komunitas global guna mencapai harapan rakyat Palestina. Pernyataan itu tercantum dalam komunike bersama yang dikeluarkan selama kunjungan singkat Raja Yordania Abduulah II ke Riyadh untuk mendiskusikan bersama Raja Arab Saudi Abdullah Bin Abdul Aziz tentang perkembangan terkini di kawasan ini, termasuk upaya proses perdamian antara Israel-Palestina, demikian AFP. "Kedua Kepala Negara menilai pembentukan pemerintah persatuan Palestina sebagai langkah penting untuk membendung perpecahan Palestina dan mengakhiri anarki yang menimpa wilayah Palestina sejak beberapa bulan lalu. Mereka juga menekankan harapan bahwa kabinet baru Palestina akan bekerja bersama komunitas dunia guna memenuhi aspirasi rakyat Palestina," kata pernyataan itu. Pernyataan kedua monarki pro-Barat itu kelihatannya merujuk diakhirinya blokade politik dan ekonomi selama setahun oleh AS, Uni Eropa dan pihak donor internasional terhadap pemerintah Palestina sejak kemenangan faksi garis keras Hamas dalam pemilihan pada Januari 2006. Kedua pemimpin juga menyerukan, perundingan kembali antara Israel dan Palestina dalam upaya menciptakan negara Palestina merdeka yang hidup secara damai dengan Israel. Pemerintahan baru Palestina telah dibentuk 15 Januari sesuai kesepakatan Makkah yang diprakarsai Arab Saudi antara faksi Hamas dan faksi Fatah pimpinan Presiden Mahmoud Abbas. Israel telah memboikot kabinet baru Palestina, namun AS dan Uni Eropa mengatakan, mereka berkeinginan hanya melakukan kerjasama menteri kabinet non-Hamas hingga pemerintah baru itu memenuhi permintaan kuartet yakni mengakui negara Israel dan menghentikan kekerasan. Para raja Yordania dan Arab Saudi menekankan pentingnya meluncurkan kembali inisiatif Arab tentang perdamaian Arab-Israel dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Liga Arab yang dijadwalkan akan berlangsung 28 Maret di Riyadh, kata komunike itu. "Meskipun itu dapat digunakan, cetak biru yang pertama kali diambil dalam KTT Arab di Beirut tahun 2002 akan mengakhiri konflik Arab-Israel. Rencana perdamaian Arab itu mempertimbangkan pengakuan terhadap negara Yahudi itu oleh seluruh negara Arab setelah Israel mundur dari semua wilayah Arab yang didudukinya sejak 1967, termasuk Jerusalem Timur. Konsultasi tingkat tinggi Yordania-Arab Saudi itu terjadi menjelang kunjungan ke kawasan itu oleh Menteri Luar Negeri AS, Condoleezza Rice, yang juga akan menghadiri pertemuan kuartet (AS, PBB, Uni Eropa, dan Rusia) di Mesir pada Sabtu mendatang. Para Menlu Yordania, Arab Saudi, Mesir, dan Uni Emirat Arab juga dijadwalkan akan menghadiri pertemuan Kuartet itu. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007