Jakarta (ANTARA News) - Pelecehan seksual warga sipil yang makin banyak terjadi, beberapa pelakunya diduga polisi, menunjukkan pengawasan pimpinan polisi kepada anak buahnya masih kurang.

"Ada kecenderungan penyalahgunaan wewenang kalau tidak diawasi (atasan). Pimpinan harus tetap mengontrol dan bersikap tegas," kata pengamat kepolisian, Alfons Loemau, di Jakarta, Minggu.

Menurut dia, seorang polisi yang memiliki kewenangan tertentu berpotensi menyalahgunakan wewenang. "Karena kurang beriman sehingga tetap melakukan perbuatan berdosa," katanya.

Oleh karena itu, dalam hal ini, seorang atasan wajib mengingatkan dan memantau aktivitas bawahannya untuk mencegah seorang anak buahnya melenceng dari aturan.

Berikut adalah beberapa kasus pelecehan seksual oleh polisi sepanjang 2016.

Pada 20 Februari, Brigadir Polisi DS dan Brigadir Polisi DP melakukan pelecehan seksual terhadap siswi SMK di Polsek Kreung Raya, Banda Aceh.

Pada 7 Juni, DDS (16) siswi SMK swasta Malang, Jawa Timur, menjadi korban pelecehan seksual Brigadir Polisi EN, seorang anggota Polres Batu di Pos Alun-alun. Saat itu DDS dibonceng oleh teman lelakinya dan menjadi korban tilang. Namun ketika itu, DDS ditawari Brigadir EN untuk berhubungan intim sebagai ganti damai tilang.

Pada 14 Juni, anggota Polres Klungkung, Bali, Ajun Inspektur Satu Polisi KA dilaporkan ke polisi karena diduga menjadi pelaku pencabulan dan kekerasan seksual terhadap remaja putri berinisial BW.

Pada 16 Juni, anggota Polsek Tampan, Pekanbaru Riau, Brigadir Polisi Mardiyus bersama empat temannya menculik dan memperkosa seorang gadis. Mardiyus dan kawan-kawan mengenakan seragam polisi saat memerkosa dan menculik. 

Pewarta: Anita Dewi
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016