Orlando, Florida, AS (ANTARA News) - Pembantai kelab gay Orlando menyebut dirinya "tentara Islam" dan mengancam sandera-sanderanya dengan rompi bahan peledak ketika tengah dikepung polisi selama tiga jam.

Informasi ini muncul dari transkrip yang dirilis FBI Senin waktu AS.

Dari dalam kelab malam gay ini, si pembantai bernama Omar Mateen berkata kepada negosiator sandera untuk meminta AS menghentikan membom Suriah dan Irak. Dia juga mengungkapkan itulah alasan dia meneror kelab malam itu.

Transkrip ini membuka tabir motivasi Mateen yang telah membunuh 49 orang dan melukai 53 lainnya dalam insiden penembakan massal paling mematikan dalam sejarah modern AS itu.

Dalam pembicaraannya dengan seorang operator panggilan darurat 911, Mateen berkata, "Saya bersumpah setia kepada Abu Bakr al-Baghdadi, semoga Tuhan melindungi dia, atas nama Negara Islam (Irak dan Suriah, ISIS)."

Pihak berwajib meyakini Mateen, warga AS keturunan Afghanistan, bertindak sendirian pada pembantaian 12 Juni itu, tanpa bantuan jaringan ISIS.

Satpam berusia 29 tahun ini ditembak mati polisi setelah lebih dari tiga jam berada di dalam kelab malam itu.

FBI dan Departemen Luar Negeri AS merilis transkrip parsial mengenai empat panggilan ke operator darurat dan dengan negosiator sandera, dengan menghilangkan referensi sang penjagal ke pemimpin ISIS karena tak ingin menjadi platform untuk propaganda.

Namun akhirnya berubah pendirian setelah dikritik Ketua DPR Paul Ryan, Gubernur Florida Rick Scott dan para pemimpin politik lainnya.

Percakapan Mateen disiarkan ke publik karena polisi berusaha membungkam kritik yang menyebut mereka terlalu lamban bertindak dalam mengakhiri krisis sandera tiga jam di kelab malam Pulse di Orlando.

Mateen mengancam meledakkan sebuah mobil dengan bom dan mengikat sandera dengan rompi bahan peledak. Namun menurut FBI tidak ditemukan rompi bahan peledak dan bom dalam kelab malam itu atau mobil yang dia sebutkan.

"Kendati si pembunuh mengancam pembunuhan, dia melakukan hal itu dengan ekspresi dingin dan tenang," kata Asisten Agen Khusus FBI Ron Hopper.

Dari transkrip itu juga diketahui Mateen mengaku mengenakan rompi bahan peledak seperti digunakan dalam Teror Paris November tahun lalu oleh ISIS.

Pembantaian di Orlando ini sendiri meningkatkan lagi debat mengenai pengawasan senjata api di AS. Namun Partai Republik menolaknya, demikian Reuters.

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2016