Surabaya (ANTARA News) - Luapan lumpur panas Lapindo Brantas dan berbagai masalah ikutannya yang tak kunjung berhenti telah berdampak pada kejiwaan masyarakat Porong, Sidoarjo, Jatim, yang menjadi korban kejadian itu. Menurut pakar hukum Lingkungan Hidup dari Universitas Airlangga Surabaya, DR Suparto Wijoyo, sekira 30 persen korban lumpur panas Sidoarjo mengalami stres (tekanan jiwa) dengan tingkatan yang berbeda-beda dan 50 orang diantaranya harus dirawat di Rumah Sakit Jiwa Sidoarjo karena menderita gangguan jiwa. "Dari data relawan pendamping psikologi korban lumpur Porong, didapati 50 orang korban lumpur yang masuk RS Jiwa Sidoarjo, dan jumlah itu sangat mungkin bertambah," katanya pada Jumat. Menurutnya, data dari penemuan mengenai kondisi kejiwaan korban lumpur panas Sidoarjo itu sudah dilaporkan kepada Pansus Lapindo di DPRD Jatim. Suparto menyatakan, harus ada ketentuan hukum untuk melakukan penyelidikan lebih mendalam dari semua aspek, termasuk tes psikologi. "Yang dihitung sekarang ini kerugian material saja, semestinya juga dihitung kerugian non-material, karena secara psikologis warga Porong ini juga sangat dirugikan," katanya. Ia menambahkan bahwa negara semestinya juga harus mampu menghitung biaya non material para korban luapan lumpur itu, tidak hanya "cash and carry" yang saat ini diperjuangkan. "Ngluruk" Sementara itu, warga korban lumpur Perum TAS I yang Rabu (21/3) melakukan aksi cap jempol darah dan aksi demo di Surabaya, merasa tetap akan "ngluruk" (datang) ke Jakarta. Hal itu, karena sampai sejauh ini tuntutan "cash and carry" korban lumpur pasca-ledakan pipa gas Pertamina belum juga dipenuhi pemerintah pusat. "Kami tetap akan ke Jakarta untuk mendesak presiden agar memenuhi tuntutan kami. Rencana tanggal 29 Maret nanti kami akan berangkat. Saya menganggap belum ada hasilnya. Cash and carry yang menjadi tuntutan kami masih ngambang," kata Sumitro, koordinator warga Perum TAS I, Jumat. Menanggapi sikap keputusan Menteri ESDM, Kamis (22/3), Sumitro mengatakan cukup senang. Namun sikap Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro yang mendukung cash and carry itu, bukan sikap Presiden melainkan sikap Timnas PSLP. "Sikap Menteri itu khan sikapnya Timnas. Sejak dulu Timnas memang sudah mendukung terhadap tuntutan kami. Bupati Sidoarjo Wien Hendrarso pun juga mendukung warga, tapi semua tergantung pada Presiden. Selama ini sikap pemerintah pusat tetap relokasi plus, dan kami tidak akan menerima itu," katanya. Sumitro menambahkan, sampai saat ini warga Perum TAS I masih melakukan koordinasi untuk rencana ke Jakarta. Meski demikian pihaknya masih menunggu hasil pertemuan antara Timnas, Lapindo, dan Gubernur Jatim dengan presiden yang kabarnya berlangsung, Jumat (23/3).(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007