Jakarta (ANTARA News) - Deforestasi, pengurangan lahan gambut, dan kebakaran hutan telah menempatkan Indonesia sebagai penghasil emisi gas rumah kaca (GRK) terbesar ke-tiga di seluruh dunia. Emisi yang muncul dari deforestasi dan kebakaran hutan lima kali lebih banyak daripada emisi yang muncul dari sektor non-hutan, demikian laporan terbaru yang dirilis bersamaan dengan kunjungan Sir Nicholas Stern, ahli ekonomi perubahan iklim Inggris, ke Jakarta, Jumat. Dalam hal emisi, Indonesia tercatat sebagai salah satu emiter terbesar di dunia dengan total 3.014 MtCO2e yang terdiri atas sumber faktor hutan (2.563 MtCO2e), energi (275 MtCO2e), pertanian (141 MtCO2e), dan limbah atau sampah (35 MtCO2e). Sebagai lokasi yang memiliki kawasan hutan yang luas, Indonesia memiliki 24 miliar ton cadangan karbon (BtC) yang disimpan dalam pohon dan tanah, sekitar 80 persen di antaranya (19 BtC) disimpan di hutan (data KLH tahun 2003). Namun, seperti dikutip dari data yang dirilis oleh Departemen Kehutanan tahun 2006, sekitar 108 juta hektar hutan Indonesia berada dalam kondisi yang buruk bahkan rusak. Alih-fungsi lahan dan deforestasi, yang diperkirakan mencapai 2 juta hektare per tahunnya (Bank Dunia 2000), menyebabkan banyak cadangan karbon Indonesia menguap. Deforestasi dan konversi lahan merupakan sumber emisi terbesar, terutama dari sektor kehutanan yang mencapai 75 persen, terdiri atas deforestasi dan konversi lahan, konsumsi energi dari hutan, dan proses industri yang mengaitkan sumber daya hutan. Kebakaran hutan, sementara itu, merupakan kontributor utama deforestasi dan konversi lahan, yaitu 57 persen dari keseluruhan penyebab menguapnya cadangan karbon akibat deforestasi dan alih-guna lahan. Emisi yang dihasilkan sektor energi Indonesia disebut-sebut tergolong kecil, namun bertumbuh dengan sangat cepat. World Resources Institute menyebutkan berdasarkan angka per kapita, emisi GRK di Indonesia telah bertumbuh 150 persen sejak tahun 1980-an, atau sekitar 67 persen sejak 1990. Sementara itu bila dilihat dari emisi akibat sampah atau limbah, Indonesia merupakan negara emiter terbesar ke-6 karena emisi GRK dari sektor ini pada tahun 2000 saja melepaskan 32-60 MtCO2e. Di balik fakta dan angka tentang emisi, Indonesia juga terancam serius bila perubahan iklim terus memburuk. Dampak pertama yang akan dirasakan di Indonesia adalah peningkatan suhu. Selama beberapa tahun terakhir, Indonesia mengalami kenaikan suhu sekitar 0,3 derajat Celcius sejak tahun 1990. Bahkan pada tahun 1998 peningkatan suhu tercatat hampir 1 derajat Celcius di atas data tahun 1961-1990, sehingga era itu merupakan tahun terpanas sepanjang abad. Pada tahun 2020, diperkirakan Indonesia meengalami kenaikan suhu hingga 0,36-0,47 derajat Celcius dibandingkan suhu tahun 2000, dengan lokasi yang paling tinggi suhunya di Pulau Kalimantan dan bagian selatan Maluku. Selain itu Indonesia juga diperkirakan bakal menerima curah hujan yang lebih banyak, sekitar 2-3 persen per tahun (Ratag 2001), terutama di bagian Kepulauan Maluku. Ancaman ini dapat kemudian diterjemahkan dengan makin banyaknya banjir yang akan terjadi di Indonesia.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007