Cirebon (ANTARA News) - Sejumlah kecamatan di Kabupaten Cirebon dan Indramayu terlihat mulai panen, dan harga gabah mulai turun, sehingga petani meminta Pemerintah untuk segera menetapkan Harga Pokok Pembelian (HPP) gabah yang baru dengan memperhatikan tingkat inflasi. Sejumlah petani kepada ANTARA News, Minggu, mengungkapkan bahwa hampir setiap hari sejak tiga minggu terakhir harga gabah selalu menurun yang semula Rp2.800 per kilogram Gabah Kering Panen (GKP) sekarang berada pada kisaran Rp2.100 sampai Rp2.300 per kilogram tergantung kualitas gabah. "Awal bulan Maret merupakan puncak harga gabah karena saat itu belum banyak yang panen dan harganya melejit sampai Rp2.800 per kilogram GKP, namun sekarang menurun pada kisaran Rp2.100 per kilogram," kata Supendi, petani Desa Winong, Kecamatan Gempol, Kabupaten Cirebon. Hal senada diungkap Dirta, petani di Desa Girinata, Kecamatan Dukupuntang yang melakukan panen dua minggu lalu bahwa saat ini harga gabah yang baru panen hanya dihargai paling tinggi Rp2.300 per kilogram. Di Kabupaten Cirebon luasan panen sudah mencapai angka 2.500 hektar mulai dari Kecamatan Dukupuntang, Plumbon, Depok, Jamblang, Ciwaringin, Palimanan, Gempol dan Klangenan. Demikian juga di Kabupaten Indramayu, panen padi sudah mencapai angka 5.000 hektar mulai merambah di Kecamatan Cikedung, Terisi, Kroya, Gabuswetan dan Bongas. Harga gabah di daerah panen di Indramayu yang seminggu lalu masih pada kisaran Rp2.500 per kilogram, saat ini menurun sampai Rp2.200 per kilogram, sehingga petani menduga harga akan terus turun jika Pemerintah tidak segera menetapkan HPP yang baru. "Jika tidak ada patokan baru maka harga gabah akan terus turun dan ini sangat merugikan petani. Padahal, petani berharap harga gabah kering panen kali ini jangan sampai lebih rendah dari Rp2.300 per kilogram karena biaya produksi sudah naik lebih dulu," kata Suparno (36) petani di Kecamatan Terisi. Menurut dia, harga sewa traktor sudah naik sekitar 20 persen pada awal tahun ini, demikian juga tenaga kerja baik borongan tanam padi, maupun upah menyemprot pestisida sudah naik rata-rata menjadi Rp25.000 per hari, sehingga kalau dihitung dengan kenaikan obat dan benih maka biaya produksi satu hektar mencapai Rp6 juta di luar sewa lahan. Di sejumlah daerah ada dua sistem sewa lahan yaitu dengan uang sewa antara Rp3 sampai Rp6 juta per tahun, dan ada sistem lanja atau sewa dengan bayaran gabah antara dua sampai tiga ton gabah. "Kalau rata-rata dapat bersih tiga ton gabah setelah dibagi dengan penderep dan bayar sewa maka hasilnya hanya Rp6,6 juta dengan harga gabah Rp2.200 per kilogram, itu artinya kami hanya dapat untung bersih sekitar Rp600 ribu dalam tiga bulan tanam padi," katanya. Ia mengungkapkan, jika ada tanam ulang akibat banjir atau hama yang menyebabkan produksi turun di atas 20 persen dan biaya pestisida meningkat maka petani justru akan menjadi rugi. Dia pun mengusulkan, agar HPP yang baru berada pada kisaran Rp2.350 sampai Rp2.500 per kilogram, supaya petani bisa mendapatkan pendapatan yang wajar, apalagi tidak semua petani mempunyai luas sawah satu hektar lebih. "Dengan harga Rp2.400 per kilogram dan jika hasil kotornya sekitar enam ton maka petani bisa dapat sekitar Rp3 juta per hektar sekali panen," kata Darmin (48), petani di Kecamatan Kroya. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007