Jakarta (ANTARA News) - Anggota DPR Tamsil Linrung menyatakan akan mendatangi Kedutaan Besar Amerika Serikat untuk Indonesia guna meminta penjelasan terkait pencekalan terhadap dirinya, sehingga batal mengikuti studi banding ke Kanada, Rabu (21/3) lalu. "Saya akan meminta penjelasan ke Kedubes AS," kata politisi Partai Keadlian Sejahtera (PKS) itu kepada wartawan, di Jakarta, Senin. Meski yang membatalkan visanya Kedubes Kanada, yang kabarnya mendapat informasi dari internet, Anggota Komisi IV DPR itu menyatakan hal itu pasti memiliki kaitan dengan AS. Tamsil disebut-sebut masih tercantum di dalam daftar hitam atau lazim disebut Foreign Terorism Organization (FTO) versi AS. Namun, Tamsil mengaku tidak tahu ketika hal itu ditanyakan kepadanya. "Saya tidak tahu jika masuk daftar hitam versi mereka," katanya. Oleh karena itu, Tamsil berencana mendatangi Kedubes AS guna menanyakan hal itu. Ia juga akan minta penjelasan soal penyampaian informasi tentang dirinya kepada pihak Kanada yang berujung pada pembatalan visa kunjungan kerjanya. Sedianya, Tamsil akan berangkat ke Kanada bersama 12 anggota DPR lainnya guna melakukan studi banding menyangkut pembahasan RUU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Kunjungan dijadwalkan berlangsung pada 21-29 Maret 2007. Di Bandara Soekarno-Hatta, Tamsil ditolak maskapai penerbangan Cathay Pasific dan maskapai itu menyatakan penerbangan Tamsil dibatalkan setelah menghubungi Kedubes Kanada dan AS. Tamsil menduga pencekalan dirinya terkait tiga kasus lama, yakni ia pernah ditahan di Filipina pada 2002 karena dituduh membawa bahan peledak, dituduh anggota Jamaah Islamiah (JI), serta dituduh terlibat kekerasan di Sulawesi bersama organisasi yang diketuainya, Komite Penanggulang Krisis (Kompak). "Itu semua alasan lama, tidak `up to date. Bahkan, BIN (Badan Intelijen Negara) era Hendroproyono dan Syamsir Siregar menyatakan saya clear," katanya. Buktinya, kata Tamsil, dirinya bisa bepergian ke luar negeri pascaperistiwa di Filipina. Negara yang pernah ia kunjungi pascaperistiwa itu antara lain Singapura, Malaysia dan Filipina sendiri. (*)

Copyright © ANTARA 2007