Jakarta (ANTARA News) - Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDIP) mengancam tidak ikut mengambil keputusan jika dalam rapat paripurna tentang Rancangan Undang-Undang Penanaman Modal (RUU PM) dilanjutkan dengan pengambilan keputusan untuk mengesahkan RUU tersebut. "Apabila pengambilan keputusan tetap dilakukan, maka kami menyatakan tidak ikut dalam pengambilan keputusan," kata juru bicara FPDIP Aria Bima yang menyampaikan pandangan akhir fraksi mengenai RUU PM, di Gedung DPR, Jakarta, Kamis. FPDIP meminta pengesahan RUU PM ditunda untuk memeriksa kembali kebenaran landasan hukum Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB) dan Hak Guna Pakai untuk menghindari ketidaksesuaian dengan peraturan perundang-undangan lainnya. "Itu penting untuk menciptakan iklim penanaman modal yang kondusif tanpa mengorbankan prinsip-prinsip kedaulatan," kata Aria. Menyangkut HGU yang diperpanjang hingga 95 tahun, ia mengatakan, itu tidak memiliki landasan hukum. "Tanah merupakan persoalan yang sangat sensitif dan memiliki domain politik yang tinggi, karena itulah dimasukkannya persyaratan yang bersifat akumulatif sangat penting," tambahnya. Perpanjangan HGU dimuka hingga 95 tahun hanya diberikan jika investasi memerlukan pengembalian modal dalam jangka panjang, tidak memerlukan area yang luas, investasi menggunakan hak atas tanah negara dan tidak mengganggu rasa keadilan masyarakat serta tidak merugikan kepentingan umum. "Pemberian fasilitas penanaman modal kepada korporasi tanpa disertai peningkatan kemampuan produksi rakyat akan semakin memperparah kesenjangan ekonomi," tambahnya. PDIP juga menyesalkan tidak dimasukkannya usulan yang mengatur kewajiban pemerintah untuk melakukan penuntutan terhadap penanam modal yang berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah mengakibatkan kerugian negara. Sebelumnya, fraksi Partai Kebangkitan Bangsa juga meminta pengesahan RUU PM untuk ditunda dan minta dilakukan uji publik. "Kami meminta kepada para anggota Dewan Perwakilan Rakyat untuk merenungkan kembali RUU PM dengan menunda pengesahannya dan dilakukan uji publik," kata juru bicara Fraksi PKB Maria Ulfah Anshor yang membacakan pandangan akhir fraksi. FPKB memberikan beberapa catatan antara lain mengenai hak guna usaha dan daftar negatif investasi. Maria mengatakan daftar sektor yang tertutup dan terbuka dengan syarat, diharapkan diatur dalam UU bukan ditentukan oleh Presiden. "Itu (ditentukan oleh presiden) akan membuka peluang presiden menjual aset yang penting bagi negara," ujarnya. Perpanjangan hak guna usaha, lanjutnya, harus sesuai dengan UU Pertanahan yang ada dan harus memenuhi prasyarat yang ditentukan secara kumulatif, tidak terpisah-pisah. "Tanah adalah aset yang berharga bagi negara, hak guna tanah yang bisa diperpanjang hingga 95 tahun sama artinya menyerahkan negeri ini pada negara lain," tegasnya. Delapan fraksi lainnya antara lain Fraksi Partai Amanat Nasional, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Bintang Pelopor Demokrasi, Partai Bintang Reformasi, Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Demokrat menyatakan setuju atas pengesahan RUU PM yang dinilai penting untuk mendorong masuknya investasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007