Jakarta (ANTARA News) - Dua belas orang terdakwa kasus terorisme dan pembunuhan --yang terjadi di Poso, Sulawesi Tengah pasca-eksekusi Tibo Cs-- menghadapi ancaman pidana mati atas perbuatan yang dituduhkan kepada mereka. Dalam sidang perdana yang digelar di PN Jakarta Selatan, Senin, mulai pukul 11.30 WIB, Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) secara bergantian membacakan rincian perbuatan dan dakwaan terhadap masing-masing perbuatan yang dilakukan terdakwa dimulai dari dakwaan kesatu primer, subsider, lebih subsider, lebih lebih subsider dan dakwaan kedua. Pada dakwaan kesatu, pasal 6 Perpu No 1/2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme jo UU No 15/2003 jo pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHPidana yang ancamannya pidana mati, dirinci perbuatan yang dilakukan para terdakwa pada Sabtu, 23 September 2006 pukul 23.30 WITA di Jalan Trans Sulawesi, Dusun Ponggee, Desa Poleganyara, Kecamatan Pamona Timur, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah; yang berakibat dua korban meninggal, yaitu Wandi (25) dan Arham Badaruddin. Disebutkan JPU, 12 terdakwa tersebut adalah Harpri Tumonggi alias Api (28), Darman Aja alias Panye (23), Edwin Poima alias Epin (25), Agus Chandra alias Anda (23), Syaiful Ibrahim alias Ipul (22), Erosman Tioki alias Eman (28), Walsus Alpin alias Eje (24). Selain itu, Benhard Tompodusu alias Tende (28), Sastra Yudawastu Naser alias Ibo (23), Romi Yanto Parusu alias Romi (19), Fernikson Bontura alias Kenong (20), Jefri Bontura alias Ate (21) secara bersama-sama atas ide Ipul untuk melakukan razia pasca-eksekusi tiga terpidana kasus kerusuhan Poso yaitu Fabianus Tibo, Marinus Riwu dan Dominggus da Silva. Para terdakwa disebut memberhentikan kendaraan yang lewat di Jalan Trans Sulawesi menanyakan asal, tujuan, agama dan kartu identitas orang-orang dari kendaraan yang melintas. Di antara mobil yang dihentikan mereka adalah kendaraan pengangkut yang dikemudikan Arham Badaruddin (40) dan kernetnya Wandi (25), yang mengatakan berasal dari Ampana tujuan ke Masamba. Tanya jawab yang dilakukan tidak memperoleh jawaban memuaskan sehingga terdakwa Tende mulai naik pitam dan memukul kaca depan mobil dengan batu. Setelah itu, kawanan tersebut menyuruh Arham dan Wandi keluar dari kendaraan dan secara bergantian mulai memukuli korban di bagian kepala, wajah, dada dan tubuh sementara yang lainnya memegangi korban dengan merangkul leher dengan menjepitkan tangan ke arah ketiak. Kedua korban itu sempat meloloskan diri dan lari ke rumah terdekat milik saksi Daniel Bandue untuk berlindung namun kawanan yang mengejar memaksa pemilik rumah menyerahkan Arham dan Wandi dengan bermodalkan pistol yang belakangan diketahui hanya mainan. Sesudahnya, dua korban dibawa ke SMA Pamona Timur dan kembali dianiaya hingga tidak berdaya. Lalu, kawanan itu mengangkut korban ke pinggir Sungai Saluta dengan gerobak untuk dikuburkan di Gunung Tambaro sebagaimana perintah terdakwa Api. Secara bersama-sama, anggota kelompok itu bergantian menggali kubur untuk Arham dan Wandi yang diperkirakan sudah meninggal. Beberapa saat kemudian, diketahui Arham masih hidup sehingga Api meminta parang yang diserahkan oleh terdakwa Ate lalu memerintahkan temannya memenggal kepala Arham yang dilaksanakan oleh terdakwa Epin. Setelah memastikan kedua korban meninggal dunia, Api memeriksa lubang galian dan akhirnya menguburkan Arham dan Wandi. Berdasarkan "visum et repertum" dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang ditandatangani dr Abdul Mun`im Idries dinyatakan kedua korban meninggal akibat kekerasan. Atas perbuatan terdakwa yang secara sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, telah timbul suasana teror pada masyarakat secara meluas atau menimbulkan korban bersifat massal dengan cara merampas kemerdekaan atau nyawa atau harta orang lain atau yang mengakibatkan kerusakan dan kehancuran terhadap obyek vital strategis. Perbuatan para terdakwa yang menimbulkan rasa takut masyarakat itu tidak saja menyeret mereka menghadapi ancaman pidana terorisme tapi juga dakwaan subsider pasal 340 jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHPidana (pembunuhan berencana secara bersama-sama); dakwaan lebih subsider pasal 338 jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHPidana (pembunuhan secara bersama-sama), dakwaan lebih lebih subsider pasal 170 ayat 2 ke (3) (kekerasan) dan dakwaan kedua, pasal 181 jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHpidana (penyembunyian mayat). Saat ini ke-12 terdakwa menjalani penahanan di Rumah Tahanan Polda Metro Jaya bersama lima terdakwa kasus yang sama namun dalam berkas yang berbeda. Atas surat dakwaan JPU Bayu Adhinugroho Arianto itu, kuasa hukum para terdakwa, Elvis DJ Katuwu menyatakan pihaknya sepakat tidak mengajukan eksepsi atau nota keberatan dan meminta persidangan langsung ke pemeriksaan perkara. Menanggapi permintaan itu, tim jaksa bersedia menghadirkan 10 saksi pada sidang berikut namun masih perlu kejelasan setelah berkoordinasi dengan Densus 88. Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Achmad Sobari menunda sidang hingga Kamis, 12 April dengan agenda pemeriksaan 10 saksi sesuai berkas acara pemeriksaan perkara tersebut. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007