Jakarta (ANTARA News) - Departemen Keuangan (Depkeu) akan terus mengupayakan adanya pencatatan dan pelaporan atas semua aset milik negara termasuk aset yayasan yang didirikan mantan Presiden Soeharto jika memang aset-aset itu merupakan aset milik negara atau yang memanfaatkan fasilitas negara. "Saya kira kita kasih kesempatan tim yang meneliti hal itu supaya nanti bisa ditetapkan statusnya," kata Sekjen Departemen Keuangan Mulia Nasution di Jakarta, Rabu. Menurut dia, pada prinsipnya semua aset dan kewajiban yang kepada pemerintah diserahkan tanggung jawab untuk mengurusnya maka hal itu harus dicatat dan didisclosed (diumumkan) kepada publik. "Termasuk yayasan-yayasan itu kalau misalnya terkait dengan pemanfaatan fasilitas-fasilitas negara di masa yang lalu dan ada hubungannya dengan aset dan kewajiban kita sekarang. Tentunya nanti akan kita disclose," jelasnya. Ketika ditanya apakah pemerintah sudah memiliki catatan atas yayasan-yayasan itu, Mulia menyatakan, kemungkinan kementerian atau lembaga yang terkait sudah memiliki data yang lengkap tentang itu. Lebih lanjut, Mulia menjelaskan, walaupun aset yang ada di yayasan-yayasan itu bukan milik negara tetapi jika merupakan aset yang menyangkut kepentingan publik maka harus tetap dipublikasikan melalui laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP). "Misalnya ada pungutan yang terkait dengan penyelenggaraan asuransi kesehatan atau pensiun, yang jadi hak pegawai, ya kita report. Tidak berarti itu sudah menjadi uang negara. Tapi kalau dia sudah jadi aset negara, maka harus masuk dalam neraca," katanya. Sebelumnya Direktur Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Ditjen Perbendaharaan Depkeu, Hekinus Manao mengungkapkan bahwa pihaknya mengalami kesulitan dalam mendata aset-aset negara yang terdapat pada tujuh yayasan milik mantan Presiden Soeharto karena yayasan-yayasan tersebut menolak dimasukkan sebagai aset negara. "Seperti 7 yayasan Pak Harto, saya sudah hubungi berkali-kali Pak Subiakto Cakrawardaya, dan dia sering balas surat saya. Dia bilang belum bisa dikasih. Padahal kita tahu dulu sebagian dana-dananya dari penyisihan untung BUMN. Ini kami anggap harus diinformasikan ke masyarakat, tapi kami belum berhasil," kata Hekinus Manao. Yayasan-yayasan yang diketahui merupakan milik mantan Presiden Soeharto antara lain Yayasan Supersemar, Yayasan Dana Abadi Karya Bhakti, Yayasan Dharma Bhakti Sosial (Dharmais), Yayasan Dana Sejahtera Mandiri, Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan Siti Hartinah Soeharto. Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila, dan Yayasan Bantuan Beasiswa Yatim Piatu Tri Komando Rakyat. Dia menambahkan selama ini pihaknya hanya melakukan surat-menyurat dengan seluruh yayasan tersebut. "Kita perlu menjelaskan lebih baik lagi pada mereka tentang aset negara itu," katanya saat ditanya apa yang akan dilakukan Depkeu untuk mengejar data aset tersebut. Menurutnya, pihaknya berpegang pada UU 17/2003 tentang keuangan negara pasal 2 yang menjelaskan bahwa kekayaan negara adalah kekayaan yang bersumber dari pemerintah dan dikelola oleh pihak ketiga, atau pihak lain.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007