Yogyakarta (ANTARA News) - Seorang pengamat pendidikan di Yogyakarta menilai Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) sebagai sebuah institusi pendidikan tinggi di Indonesia telah merusak moral calon pemimpin bangsa. "Praja IPDN adalah putra-putri daerah pilihan yang akan meneruskan estafet kepemimpinan bangsa ini," kata Prof Dr Djohar MS di Yogyakarta, Senin, terkait dengan masih terjadinya peristiwa penganiayaan yang mengakibatkan jatuhnya korban di lembaga pendidikan tersebut. Karena itu, ironis bila kemudian mereka dilingkupi pola pendidikan yang penuh tekanan senior baik secara fisik maupun mental yang lambat laun akan membentuk pola perilaku mereka dalam hidup bermasyarakat. Menurut dia, IPDN harus segera dibubarkan agar moral para calon abdi praja terselamatkan, sehingga mereka lebih berjiwa sosial dan senantiasa berusaha menjaga kerukunan. Apabila tidak dibubarkan, ia khawatir apa yang terjadi dalam institut multietnis tersebut akan berakibat buruk yang dapat saja memunculkan konflik antaretnis yang membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa. Keputusan yang diambil Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang hanya akan melakukan perubahan fundamental di IPDN dinilai sebagai ketidaktegasan pemerintah dalam menindak kesalahan manajerial sebuah institusi pendidikan yang telah membelok dari fungsinya semula. "Wajar bila sekolah militer lebih mengutamakan fisik dalam pembelajarannya, karena tugas mereka memang di garda terdepan pertahanan negara, tetapi salah besar bila sekolah semi militer yang diharapkan mampu mendidik calon pemimpin bangsa justru dikelola tanpa dasar dan batas tindakan fisik yang jelas," katanya. Djohar mengatakan sulit mengubah hal yang kurang benar menjadi benar, terlebih untuk mendandani hal yang memang sudah tidak benar dari awal. "Mustahil untuk mengubah hal negatif yang telah mengakar menjadi sesuatu yang positif dalam sistem pendidikan yang dikembangkan di IPDN," katanya. Menurut dia, sudah menjadi rahasia umum bila kekerasan fisik di IPDN telah mengakar dalam pola kehidupan senior-yunior dan menyebabkan dendam berkelanjutan dengan para yunior baru sebagai korban. Djohar berharap pemerintah bersedia berpikir ulang tentang keberadaan institusi pendidikan beratribut semi militer yang memberi porsi latihan militer berlebih dan memberikan peluang terjadi tindak kekerasan dari senior kepada yuniornya. Pemerintah juga harus waspada terhadap menjamurnya Sekolah Menengah Atas (SMA) berasrama yang sudah memberlakukan aturan semi militer sebagai basis pendidikannya. "Alih-alih akan membentuk kemandirian bangsa, yang ada justru membentuk kepribadian arogan dan semakin menjauhkan mereka dari realitas sosial, yang berbahaya bagi perkembangan moral mereka," katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2007