Jakarta (ANTARA News) - Bappenas memperkirakan 50 persen lebih tambahan defisit anggaran 2007 akan dibiayai dari pinjaman luar negeri, sedangkan sisanya akan ditutupi oleh penerbitan SUN, baik lokal maupun global. "Kalau menurut saya, kesempatan untuk mendapat pinjaman luar negeri di atas separuhnya," kata Sekretaris Utama Bappenas Syahrial Loetan di Jakarta, Senin. Dia mencontohkan jika defisit 2007 mencapai 2 persen atau naik 0,9 persen dari target defisit dalam APBN 2007 saat ini (1,1 persen atau Rp40,5 triliun) maka lebih dari 0,45 persen akan ditutupi oleh pinjaman luar negeri. Menurut Syahrial, pinjaman itu diharapkan merupakan pinjaman program yang berasal dari IDA (International Development Asisstance) Bank Dunia karena dapat dicairkan sekaligus dan memiliki bunga pinjaman yang kecil, yaitu 0-2 persen. "Jadi sangat layak karena bunganya relatif rendah dan term pinjaman relatif panjang," katanya. Dia menjelaskan bahwa dengan kondisi ekonomi saat ini, pembiayaan dalam negeri melalui penerbitan obligasi negara dan perbankan dianggap terlalu mahal karena bunga tinggi, sedangkan resiko nilai tukar dianggap sangat aman dan bahkan tidak ada. "Orang tidak takut lagi pegang rupiah karena cadangan devisa kita juga banyak. Tidak pernah dalam sejarah, kita nambah sebulan hingga 1,5-2 miliar dolar AS. Dulu cadangan devisa 15 atau 16 atau 17 miliar dolar AS kita sudah bangga sekali. Tapi sekarang sudah 47,221 miliar dolar AS per 30 Maret," katanya. Untuk memuluskan rencana tersebut, jelasnya, Meneg PPN/Kepala Bappenas telah bertemu dengan Vice President Bank Dunia, James Adams beberapa hari lalu dan meminta agar Bank Dunia memberi respon positif seandainya pemerintah meminta bantuan Bank Dunia. "Menteri bilang kita bakal (tambah-red) defisit ke depan. Jaga-jaga deh karena Anda kan partner kita," katanya. Syahrial mengatakan, pemerintah menggunakan alasan angka kemiskinan Indonesia yang masih besar untuk mendapatkan pinjaman lunak IDA dan tidak diberi pinjaman dengan bunga komersial, meski Indonesia kini sudah masuk dalam kategori negara dengan pendapatan menengah ke bawah atau "lower middle income". "Nyatanya angka kemisinan kita masih tinggi. Seharusnya dengan proporsi orang miskin yang segitu banyak, kita bisa dapat IDA. Kita bisa dong diwaive (diberi keringanan-red)," katanya. Menurutnya, pihaknya agak optimis akan mendapat pinjaman lunak IDA tersebut karena posisi Menkeu sebagai salah satu gubernur di Bank Dunia yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan apapun. Saat ditanya tentang tambahan penerbitan obligasi negara internasional pada 2007, dari yang saat ini sudah mencapai 1,5 miliar dolar AS, Syahrial mengatakan hal itu sangat mungkin dilakukan dalam rangka pembagian resiko pinjaman. "Menurut saya karena kita akan menaikkan defisit, pasti nanti kita hitung supaya resiko tidak terpusat di satu tempat. Kita distribusikan. Ada pinjaman luar negeri, pinjaman dalam negeri, atau obligasi internasional. Siapa tahu kalau yang satu bermasalah, yang lain bisa mengkompensasi," katanya. Syahrial mengungkapkan, pihaknya juga tidak terlalu khawatir dengan pengaruh pinjaman baru pada rasio utang terhadap PDB (debt service ratio/DSR) karena saat ini posisi DSR Indonesia sangat bagus. "Kalau tidak salah sudah dibawah 40 persen (dari PDB-red). Kalau DSR kan bukan berarti secara nominal utang kita turun. Utang bisa saja naik sedikit, tapi masih dalam kelola rasio yang mengecil. Karena PDB-nya masih naik," katanya. Sebelumnya Menteri Keuangan mengatakan defisit APBN 2007 diperkirakan akan membengkak menjadi sekitar 1,5-2 persen dari PDB atau sekitar Rp60-65 triliun. Dalam APBN 2007, pembiayaan defisit akan dilakukan melalui penerbitan SUN bruto Rp66,7 triliun, dan neto Rp40,6 triliun. Sedangkan melalui setoran dividen ditargetkan Rp14,462 triliun, privatisasi Rp2 triliun dan penjualan aset PPA Rp1,5 triliun. (*)

Pewarta:
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007