Canberra (ANTARA News) - Presiden Federasi Dewan-Dewan Islam Australia (AFIC), Ikebal Patel, meminta media massa dan politisi Australia agar menghormati hak komunitas Muslim mengatur masalah agamanya dan menegaskan pihaknya akan menunggu keputusan Dewan Imam Nasional Australia (ANIC) tentang isu mufti Australia dalam pertemuannya dua bulan lagi. "AFIC akan mendukung keputusan ANIC dan akan bekerja sama dengan baik dalam mengelola isu-isu yang berhubungan dengan masalah imam pada umumnya dan peranan penting mereka dalam masyarakat Muslim," kata Patel, dalam pernyataan persnya yang diterima ANTARA di Canberra, Selasa. Ia mengatakan pihaknya merasa kaum Muslimin dan kepemimpinan agamanya sedang dipojokkan dan ditekan untuk membuat keputusan tertentu, terkait dengan masalah-masalah ke-Islaman di Australia. "Adalah orang-orang Islam, para imam dan pemimpin mereka pihak yang akan membuat keputusan terkait dengan isu mufti Australia dan masalah-masalah lain mengenai Islam dan umat Islam, bukan media massa atau para politisi," katanya. Patel lebih lanjut mengemukakan media massa dan para politisi sudah seharusnya menghormati hak komunitas Muslim Australia untuk mengatur masalah-masalah agamanya. "Interfensi dalam masalah-masalah masyarakat Muslim hanya akan memperteguh stereo tipe Muslim dalam komunitas (Australia) yang lebih luas, dan ketakutan orang-orang Islam yang merasa dijadikan korban setiap kali media dan para politisi berbicara tentang mereka secara negatif," katanya. Dalam dua pekan terakhir, beberapa koran penting, politisi dan pejabat Pemerintah Australia menyoroti pernyataan-pernyataan Mufti Australia, Sheikh Taj al-Din al-Hilali. Dalam edisi Selasa, Harian The Age dan The Australian misalnya memberitakan kalangan politisi dan pejabat tinggi negara itu telah meminta mufti kelahiran Mesir itu agar mengundurkan diri dari jabatannya dan meninggalkan negara itu menyusul dukungannya atas Iran. Menteri Luar Negeri Alexander Downer dan pemimpin oposisi Kevin Rudd termasuk di antara para tokoh Australia yang meminta pengunduran diri Hilali dari jabatannya menyusul seruannya kepada dunia Islam seperti dikutip jaringan televisi Pemerintah Iran agar bersatu mendukung Republik Islam Iran. Harian The Age mengutip wawancara Hilali dengan jaringan TV itu menyebutkan bahwa komunitas Muslim tidak akan pernah tunduk di depan "musuh-musuh" mereka. Menlu Downer menyebut pernyataan Sheikh Hilali tersebut sebagai "telah mempermalukan" Australia di luar negeri dan merusak sikap komunitas Muslim negara itu. Sebelumnya, Menteri Imigrasi Kevin Andrews telah meminta tokoh Muslim paling senior di Australia itu untuk memutuskan apakah ingin tetap tinggal di Australia atau di Timur Tengah. Pemimpin oposisi Kevin Rudd berpendapat, penggantian Sheikh Hilali merupakah "hal yang sangat mendesak". Terlepas dari kontroversi itu, menurut The Age, teman dekat Sheikh Hilali, Keysar Trad, mengatakan, pernyataan-pernyataan ulama kelahiran Mesir kepada pers Iran itu hanyalah "ungkapan umum tentang persatuan Muslim". "Saya kecewa karena Mufti (al Hilali) tidak diberikan peluang (untuk menjelaskan kesimpangsiuran ini-red.)," kata Trad. Harian Nasional "The Australian" juga menurunkan berita tentang kontroversi di seputar pernyataan Sheikh Hilali di bawah judul "Mufti told to quit or leave". Terkait dengan masalah nuklir Iran, sebagian besar negara anggota tetap dan tidak tetap Dewan Keamanan (DK) PBB, termasuk Indonesia, beberapa waktu lalu menyetujui pemberian sanksi yang lebih besar kepada Iran melalui Resolusi 1747. Menteri Luar Negeri Hasan Wirajuda menegaskan, Indonesia tidak mendapat tekanan dari negara-negara besar khususnya Barat dalam mendukung resolusi mengenai tambahan sanksi bagi Iran yang menolak menghentikan program pengembangan nuklirnya itu. Menlu Wirajuda mengatakan sikap Indonesia tersebut sudah melewati proses pertimbangan dan melihat situasi yang berkembang. Ia berharap masyarakat juga memahami keputusan tersebut dan tidak mengartikannya sebagai sikap mengkhianati Iran, atau mendukung Israel serta lebih pro kepada Amerika Serikat (AS) atau Barat. Menurut Wirajuda, jika Iran memang benar-benar mengembangkan nuklir hanya untuk tujuan damai, negara tersebut seharusnya lebih terbuka, termasuk dengan IAEA (Badan Energi Atom Internasional) dan mempertimbangkan tawaran dari Rusia. Kendati bukan termasuk negara anggota DK PBB, Australia sejak awal memiliki sikap yang sama dengan AS dalam masalah nuklir Iran. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2007