Jakarta (ANTARA News) - Departemen Keuangan tidak memprioritaskan proses pencatatan aset-aset yayasan mantan presiden Soeharto pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) karena lebih menitikberatkan temuan BPK tentang administrasi keuangan negara yang dinilai lebih penting. "Secara kelembagaan (hal itu, red) bukan prioritas. Prioritas utamanya itu (menindaklanjuti, red) temuan BPK, agar kita memiliki rekening yang tidak disclaimer," kata Direktur Jenderal Kekayaan Negara Depkeu, Hadiyanto di Jakarta, Selasa. Sedangkan dalam menangani kasus tersebut, menurut Hadiyanto, Depkeu masih melakukan pengumpulan dokumentasi tentang seluruh yayasan milik mantan presiden Soeharto tersebut serta mencari kesamaan persepsi mengenai masalah tersebut dengan lembaga Kehakiman, Departemen Hukum dan HAM, serta Kejaksaan Agung. "Depkeu akan melihat isu mengenai yayasan itu, aset yayasan itu dalam konteks ketentuan perundang-undangan barang milik kekayaan negara. Kita kumpulkan dokumentasi mengenai itu, berkoordinasi dengan internal Depkeu, Kehakiman, Departemen Hukum dan HAM serta Kejaksaan Agung, sampai kita pada kesamaan aset mengenai status kekayaan tersebut," kata Hadiyanto. Ketika ditanya bentuk dan nilai aset yayasan tersebut, Hadiyanto enggan memberi keterangan lebih detil, namun ia berharap masalah aset yayasan tersebut segera memiliki status yang jelas sehingga pihaknya juga dapat cepat bergerak. "Semakin cepat semakin baiklah," kata Hadiyanto. Dia juga akan mengabaikan keberatan yang diajukan pengelola yayasan-yayasan tersebut, mengingat Depkeu juga memiliki pegangan yaitu keberadaan yayasan dan aset-aset tersebut berasal dari peraturan pemerintah yang artinya ada sumbangan anggaran negara dalam yayasan-yayasan tersebut. "Secara normatif, itu sebenarnya sudah cukup," katanya Sebelumnya Direktur Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Depkeu, Hekinus Manao mengatakan pihaknya mengalami kesulitan dalam mendata aset-aset negara yang terdapat pada tujuh yayasan milik mantan Presiden Soeharto karena yayasan-yayasan tersebut menolak dimasukkan sebagai aset negara. Yayasan-yayasan yang diketahui merupakan milik mantan Presiden Soeharto antara lain Yayasan Supersemar, Yayasan Dana Abadi Karya Bhakti, Yayasan Dharma Bhakti Sosial (Dharmais), Yayasan Dana Sejahtera Mandiri, Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan Siti Hartinah Soeharto. Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila, dan Yayasan Bantuan Beasiswa Yatim Piatu Tri Komando Rakyat. Dia menambahkan selama ini pihaknya hanya melakukan surat-menyurat dengan seluruh yayasan tersebut. "Kita perlu menjelaskan lebih baik lagi pada mereka tentang aset negara itu," katanya saat ditanya apa yang akan dilakukan Depkeu untuk mengejar data aset tersebut. Menurut Hekinus, pihaknya berpegang pada UU 17/2003 tentang keuangan negara pasal 2 yang menjelaskan bahwa kekayaan negara adalah kekayaan yang bersumber dari pemerintah dan dikelola oleh pihak ketiga, atau pihak lain.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007